Monday, 13 December 2021

Bimbingan dalam Praktikum On Line

Pandemi COVID19 telah melanda kehidupan manusia secara global dan mengubah berbagai pola perilaku masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan. Telah hampir dua tahun para siswa diminta untuk belajar dari rumah. Saat ini siswa telah mulai belajar kembali di sekolah, namun sifatnya masih tatap muka terbatas. Dengan demikian proses belajar tidak seratus persen berlangsung secara langsung di sekolah. Guru juga masih harus memanfaatkan media untuk membimbing siswa belajar di rumah.

Pembelajaran on line adalah suatu sistem pembelajaran yang tidak bisa lagi kita hindari. Sistem ini menjadi salah satu solusi dari berbagai kondisi yang dapat terjadi di masa depan. Teknologi informasi telah semakin dapat beradaptasi dan berkembang untuk menciptakan suasana belajar on line yang terbaik bagi peserta didik dan guru.


Komunikasi melalui teknologi informasi (Sumber gambar: https://www.yuksinau.id/)

Bagaimana dengan aktivitas praktikum?

Praktikum sebagai bagian tak terpisahkan dari proses belajar IPA juga seharusnya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut di atas. Praktikum juga harus dapat dirancang agar dapat dilakukan secara on line.

Sebenarnya praktikum dapat dilaksanakan secara mandiri oleh siswa dengan menggunakan bantuan modul. Namun untuk siswa yang masih berada di level dasar, bimbingan guru masih sangat dibutuhkan pada tahap-tahap pelaksanaan praktikum sehingga modul saja tidak cukup. Beberapa media dapat menghubungkan para siswa dan guru sehingga bimbingan praktikum tetap dapat dilakukan, misalnya dengan menggunakan zoom, google meet maupun youtube.

Secara garis besar bimbingan pratikum tersebut dapat terbagi menjadi dua yaitu:

  1. Bimbingan melalui media secara sinkron (serempak), misalnya dengan menggunakan zoom atau google meet. Pada bimbingan secara sinkron, guru dan siswa menggunakan media pada waktu yang sama sehingga komunikasi dapat dilakukan tanpa ada waktu tunda, mirip dengan komunikasi langsung. Dengan menggunakan komunikasi sinkron ini guru dapat memberi contoh dan memberi arahan secara langsung kepada siswa berdasarkan apa yang siswa lakukan (tampak di layar). Kelemahan metode ini adalah gangguan sinyal yang banyak terjadi di negeri kita, dan gangguan sinyal dapat membuat praktikum menjadi kacau.
  2. Bimbingan praktikum melalui media secara asinkron (tidak serempak), misalnya dengan menggunakan video di youtube.com. Pada metode ini guru dapat memberi contoh serta arahan kepada siswa melalui rekaman video yang diunggah ke chanel youtube. Siswa dapat mengulang-ngulang video bila ada yang belum dipahami mereka. Video juga dapat di download terlebih dahulu. Kelemahannya adalah bimbingan yang tidak langsung dapat merespon permasalahan siswa. Permasalahan ini dapat diminimalisir dengan memanfaatkan media komunikasi lain sebagai tambahan misalnya Whatsapp.
Praktikum secara online harus mempertimbangkan kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh siswa masing-masing. Persiapan praktikum dengan demikian tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh para siswa.  Untuk memudahkan persiapan dan pelaksanaannya guru dapat membuat panduan praktikum yang dibagikan kepada siswa beberapa waktu sebelumnya.

Monday, 29 November 2021

Panduan Praktikum

Dalam artikel kali ini kita masih akan membahas tentang bagaimana seorang guru merancang praktikum untuk para siswanya. Lebih tepatnya adalah menyiapkan buku petunjuk praktikum atau yang juga sering disebut dengan panduan praktikum.

Fungsi panduan praktikum adalah menyiapkan siswa untuk menghadapi praktikum, baik secara kognitif, prosedural maupun berbagai alat bahan yang akan digunakan. Kesiapan siswa untuk melaksanakan praktikum akan menentukan bagaimana kualitan ketercapaian tujuan praktikum. Selain menguraikan berbagai persiapan untuk menghadapi praktikum, bentuk panduan (hardcopy maupun softcopy) yang dapat dibaca sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi siswa akan lebih menjamin kesiapan semua siswa.

(Sumber: https://pixabay.com)

Apa saja isi atau konten dari sebuah panduan praktikum? Terdapat tiga bagian utama yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian penutup. Tiga bagian utama tersebut kemudian berisi bagian-bagian lagi seperti yang akan diuraikan sebagai berikut:

I. Bagian Awal

  1. Sampul dan judul
  2. Validasi. Yaitu bagian dalam panduan praktikum yang berisi pengesahan pihak berwenang (misalnya kepala sekolah atau ketua prodi) untuk memvalidasi panduan tersebut.  
  3. Kata Pengantar. Berisi pengantar dari penulis yang menggambarkan tujuan utama dari penyusunan buku panduan praktikum. Selain itu biasanya juga berisi ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu penyelesaian penyusunan buku.
  4. Daftar Isi

II. Bagian Isi

  1. Tata tertib umum pelaksanaan praktikum. Tata tertib berfungsi untuk menjamin kelancaran dan keselamatan selama praktikum dilaksanakan. Pemahaman dan kesadaran peserta praktikum sangat penting untuk mewujudkan fungsi tersebut. Akan lebih baik jika tata tertib ini juga dijelaskan secara lisan oleh guru maupun laboran yang mendampingi peserta praktikum.
  2. Praktikum. Jumlah praktikum tergantung pada struktur pembelajaran, umumnya buku panduan praktikum mencakup pelaksanaan praktikum selama satu semester. Penjelasan praktikum dapat diuraikan menjadi beberapa aspek sebagai berikut:
    • Kompetensi dasar dan tujuan praktikum
    • Pengantar teori. Umumnya teori tidak disampaikan secara lengkap dan terperinci. Salah satu tujuannya agar peserta praktikum dalam melakukan eksplorasi pustaka secara mandiri sebagai salah satu bagian dari keterampilan ilmiah.
    • Alat dan bahan. Perbedaan antara alat dan bahan adalah pada masa penggunaannya. Bahan bersifat sekali pakai (habis atau rusak), sedangkan alat adalah pendukung praktikum yang dapat dipakai berulang-ulang (tidak habis pakai).
    • Prosedur kerja (praktikum)
    • Analisis data

III. Bagian Penutup

  1. Penjelasan penyusunan laporan sementara dan laporan akhir praktikum
  2. Daftar Pustaka

Sunday, 21 November 2021

Merancang Praktikum

Praktikum yang efektif tidak hanya akan menarik motivasi siswa untuk belajar sains, tetapi lebih dari itu mereka akan memahami bagaimana konsep sains yang telah diajarkan oleh guru bekerja di dunia nyata. Hal lain yang juga akan diperoleh siswa adalah berbagai keterampilan proses sains yang kita ketahui sangat penting untuk pembentukan karakter akademik, dan sosial.

Bagaimana agar praktikum yang diadakan oleh guru dapat benar-benar efektif, memenuhi tujuan pembelajaran yang diharapkan? Berikut ini terdapat beberapa aktivitas yang sebaiknya diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam merancang praktikum.

  1. Menetapkan Tujuan. Praktikum merupakan bagian dari proses pembelajaran, sehingga aktivitas tersebut juga merupakan bagian dari upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan tujuan pembelajaran itulah guru menetapkan tujuan praktikum, baik pada aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
  2. Menganalisis. Sebelum menentukan aktivitas praktikumnya, guru sebaiknya menganalisis beberapa hal pokok yaitu : a) konsep sains yang akan dipelajari siswa, b) waktu yang tersedia, c) karakter dan kemampuan siswa, c) sara dan prasarana yang tersedia.
  3. Mengeksplorasi. Langkah selanjutnya yang sebaiknya dilakukan guru adalah mengeksplorasi berbagai aktivitas praktik yang berkaitan dengan konsep sains yang telah dianalisis. Sumber-sumber eksplorasi tersebut bisa berupa buku, website, jurnal dan pengalaman sehari-hari guru ataupun siswa.
  4. Memilih dan Memodifikasi. Berdasarkan jenis-jenis aktivitas praktikum yang telah dieksplorasi guru memilih dan memodifikasi aktivitas tersebut agar benar-benar sesuai dengan tujuan, konsep sains serta aspek-aspek yang telah dianalisis guru pada tahap 2. 
  5. Menyiapkan Alat, Bahan dan Media Pendukung. Langkah berikutnya adalah menyiapkan sistem pendukung aktivitas praktikum, baik berupa alat, bahan maupun media (misalnya panduan paraktikum).
  6. Menyusun Penilaian. Langkah terakhir sebelum melaksanakan praktikum adalah menyusun instrumen penilaian yang nantinya akan digunakan untuk menilai keberhasilan siswa mencapai tujuan praktikum.
Langkah-langkah dalam merancang praktikum di atas bersifat operasional dan langsung diterapkan dalam pembelajaran. Akan menjadi berbeda jika yang melakukan perancangan adalah seorang peneliti atau guru yang berperan sebagai peneliti. Untuk tujuan tersebut maka yang digunakan adalah model prosedur ilmiah dari pengembangan pembelajaran. Penelitiannya disebut dengan penelitian pengembangan. 

Bacaan Lanjutan:
  1. Contant, T.L., Tweed, A.L., Bass, J.E. & Carin, A.A. (2018). Teaching Science Trough Inquiry-Based Instruction. Thirteenth Edition. New York: Pearson Education, Inc.
  2. Rajan, S. (2012). Metodology of Teaching Science. Pearson

Monday, 1 November 2021

Peran Guru dalam Praktikum

Praktikum merupakan satu aktivitas penting dalam pembelajaran IPA. Prakikum tidak hanya memotivasi siswa yang secara alami memiliki keingintahuan yang besar, tetapi juga dapat mengajarkan bagaimana keterampilan ilmiah dilakukan oleh para ahli IPA, serta mengajarkan sikap-sikap berharga seperti berpikir logis, kritis serta menghargai perbedaan pendapat. Pada aspek konsep, praktikum dapat menjembatani antara teori yang diajarkan oleh guru di kelas dengan kenyataan.


Lalu bagaimana peran guru dalam pelaksanaan praktikum? Tentu guru harus berperan sesuai dengan jenis praktikum yang dilakukan. Tentang jenis-jenis praktikum kalian dapat membacanya di artikel lain dalam blog ini. 

Terdapat beberapa peran yang dapat guru pilih, disesuaikan dengan jenis praktikum yang dilakukan. Betikut ini adalah peran-peran tersebut.

1. Perancang. Sebagai perancang, guru tidak hanya memperhatikan konten kurikulum IPA tetapi juga bagaimana konteks kehidupan serta kemampuan siswa. Selain itu guru juga harus mempertimbangkan bagaimana kondisi laboratorium serta alat dan bahan yang dimiliki sekolah. 

2. Pengarah. Pada peran ini guru bertindak sebagai orang yang menjelaskan tujuan, perlengkapan serta prosedur praktikum yang akan dilakukan. Guru juga memberikan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Arahan penting untuk efiktivitas dan efisiensi serta keamanan pelaksaan praktikum. Melalui arahan ini guru menyiapkan diri dan pikiran siswa agar dapat melaksanakan praktikum dengan baik.

3. Pembimbing. Praktikum merupakan aktivitas yang seringkali memiliki resiko yang cukup tinggi, baik dari aspek keamanan, waktu maupun ketercapaian tujuan. Oleh karena itu dibutuhkan pembimbing dalam proses pelaksanaannya untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan insidental yang terjadi. Guru harus memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik.

4. Model. Sebagai model, peran guru adalah memberi contoh keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh siswa dalam melaksanakan praktikum. Secara umum terdapat dua hal yang perlu dimodelkan dalam praktikum yaitu keterampilan fisik dan keterampilan berpikir. Dalam memodelkan keterampilan fisik, misalnya menggunakan alat tertentu, guru sebaiknya tahap demi tahap menunjukkan bagaimana hal itu dilakukan. Salah satu siswa dapat diminta menirukan untuk melihat bagaimana hasilnya, sebelum keseluruhan siswa. Adapun untuk keterampilan berpikir, guru dapat menggunakan strategi berpikir lantang (think aloud) yang akan dijelaskan pada artikel lain di blog ini. Selain itu guru juga dapat memodelkan konsep IPA tertentu melalui demonstrasi, pada demonstrasi tersebut guru dengan jelas menunjukkan bagaimana proses berpikir para ahli ketika menyusun suatu konsep ilmuah dalam menjelaskan fenomena alam.

5. Evaluator. Setiap kegiatan pembelajaran termasuk praktikum tentu harus dinilai dan dievaluasi (fungsi penilaian dan evaluasi silahkan baca di artikel khusua di blog ini). Guru dapat melakukan penilaian proses selama pelaksanaan praktikum maupun penilaian hasil melalui laporan praktikum maupun ujian praktikum. Setelah penilaian, guru perlu melakukan evaluasi, tidak hanya terkait dengan kemampuan siswa tetapi juga efektivitas pelaksanaan praktikum sehingga dapat diperbaiki pada praktikum selanjutnya.

Guru dapat memilih peran yang sesuai dengan jenis praktikum yang dilakukan. Misalnya guru hendak menerapkan suatu demonstrasi di kelasnya, maka ia dapat memilih peran sebagai perancang, model dan evaluator.

Thursday, 10 June 2021

Melakukan Pengamatan (Observasi) untuk Menggali Konteks Kehidupan Siswa

Upaya guru untuk mengontekstualisasi pembelajaran agar sesuai dengan kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan. Terdapat dua jenis observasi yaitu observasi dengan berpartisipasi dan observasi tanpa partisipasi. Jenis pertama tenta memiliki peluang untuk mendapatkan hasil pengamatan yang lebih kuat daya jangkauanya hingga ke ranah makna. Namun seringkali para guru tidak dapat melakukan jenis observasi tersebut karena hambatan waktu (mereka harus masuk sekolah setiap hari).

Terdapat beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi obyek observasi. Obyek-obyek ini nantinya akan masuk ke dalam list komponen konteks kehidupan siswa yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan pembelajaran kontekstual. Beberapa obyek observasi tersebut antara lain:

  • Aktivitas atau pekerjaan orang tua siswa
  • Aktivitas anak dalam membantu pekerjaan orang tua
  • Alat-alat yang biasa digunakan pada pekerjaan orang tua
  • Lingkungan biologis (hewan atau tumbuhan)
  • Lingkungan fisik (perairan, cuaca, struktur daratan, rumah, jalan, dll)
  • Upacara adat aau kebiasaan masyarakat
  • Permainan anak
  • Istilah lokal untuk obyek-obyek yang diamati di atas
Pengamatan dapat dilkaukan lebih dari sekali dan bertahap. Tahap awal menjadi pemandu untuk ke tahap pengamatan berikutnya, artinya data yang dihasilkan dapat mengarahkan guru untuk  berpikir mengenai obyek-obyek terkait yang perlu juga diamati. dalam melakukan pengamatan sebaiknya guru meminta bantu orang (bisa juga siswa) yang dapat mengantarnya ke berbagai tempat dan menghubungkannya dengan orang-orang yang sesuai untuk tujuan pengematan.

Data pengamatan yang utama adalah berupa deskripsi mengenai obyek yang diamati. Guru sebaiknya membuat deskripsi segera setelah melakukan pengamatan untuk meminimalisir bias dari waktu akibat lupa. Untuk membantu daya ingat, guru dapat menggunakan foto dan video dari obyek dan peristiwa yang diobservasi.

Selain itu, guru sebaiknya menggunakan jurnal peneliti untuk menuliskan pikiran-pikiran yang muncul ketika ia melakukan pengamatan, termasuk juga alasan mengapa ia melakukan pengamtan tiba-tiba terkait dengan relasi dengan tujuan pelajaran tertentu. Untuk dapat melakukan observasi berkualitas, guru dapat membaca beberapa literatur mengenai observasi yang umumnya berkaitan dengan metode penelitian kualitatif.


Literatur:

Habibi, H. (2016). PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN IPA KONTEKSTUAL BERBASIS EKOSISTEM MANGROVE. LENSA (Lentera Sains): Jurnal Pendidikan IPA6(2).

Labibah, N., Herowati, H., Hidayat, J. N., & Habibi, H. (2020). EKSPLORASI AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI ANAK NELAYAN DI DESA LOBUK UNTUK MENDUKUNG PEMBELAJARAN IPA KONTEKSTUAL. EDUSAINS12(2), 266-275.

Yin, R.K. (2011). Qualitative Research, From Start to Finish. The Guilford Press.

Friday, 26 February 2021

Kisah Archimedes: Contoh Seni Pembelajaran Sains yang Menggugah

Pembelajaran sains yang to the point, artinya guru langsung menyajikan konsep-konsep atau hukum dalam sains yang bersifat abstrak dan seringkali dipenuhi bahasa matematis membuat siswa beranggapan bahwa sains adalah pelajaran yang "menyeramkan" sulit dan membosankan. Padahal konsep-konsep dalam sains lahir dari hidup para penemu yang ceritanya penuh dengan inspirasi dan menarik untuk dipelajari. Dengan demikian, jika guru mau memanfaatkan cerita-cerita tersebut maka kemungkinan suasana kelas akan berubah. Para siswa akan dipenuhi oleh semangat di awal sebelum mereka menelusuri konsep-konsep abstrak yang hendak diajarkan.

Dalam pembelajaran sains ada konsep STEAM yang merupakan kepanjangan dari science, technology, engineering, art and mathematic. Kata art menunjukkan bahwa mengajarkan sains memiliki seni tersendiri. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa seni merupakan upaya manusia untuk mewujudkan nilai estetika (keindahan) yang dimilikinya. Dengan kata lain, pembelajaran sains pun harus disajikan dalam suatu seni yang membuatnya menjadi menarik dan menggugah semangat para siswa.

salah satu cerita seru di balik sejarah penemuan teori dalam sains adalah kisah Archimedes di zaman Yunani kuno. Suatu ketika Raja Sesilia memesan sebuah mahkota yang terbuat dari emas secara keseluruhan. Namun setelah mahkota emas itu telah selesai raja curiga bahwa mahkota tidak seluruhnya terbuat dari emas, tetapi dicampur dengan logam lain. Untuk itu ia meminta Archimedes yang merupakan penasehat di kerjaaan itu untuk mencari cara membuktikan keaslian mahkota emas.

Hal tersebut membuat Archimedes berpikir tanpa henti. Ia bingung namun tak mau menyerah begitu saja. Archimedes telah mengetahui bahwa setiap zat memiliki kepadatan atau kerapatan yang berbeda-beda sehingga pada suatu volume yang sama tiap-tiap zat memiliki massa yang berbeda. Contohnya segelas emas, kayu dan kapas akan memiliki massa yang berbeda. Masalahnya adalah: mahkota tersebut tidak diketahui volumenya. 

Ide brillian diperoleh Archimedes ketika ia berendam di sebuah bak mandi di pemandian umum yang banyak terdapat di Yunani Kuno. Ketika menceburkan diri ke dalam bak yang airnya penuh Archimedes melihat air tumpah keluar. Ia pun berpikir, jika tumpahan air itu dikumpulkan ke sebuah wadah ukur maka ia akan dapat mengetahui volume tubuhnya. Begitupun dengan volume mahkota. Saking gembiranya, Archimedes lupa memakai baju dan berlari pulang dengan berteriak: eureka!!

Dengan mengetahui volume mahkota maka Archimedes dapat mengetahui massa yang harus dimiliki mahkota yang keseluruhannya terbuat dari emas murni (dengan terlebih dahulu menimbang emas murni sejumlah volume yang sama dengan mahkota tersebut). 

Konsep mengenai kepadatan zat yang berkaitan dengan volume dan massa saat ini dipelajari dengan istilah massa jenis. Bukankah akan lebih menarik siswa jika konsep massa jenis diajarkan dengan sebelumnya mendengarkan kisah Archimedes?

Bacaan lebih lanjut:

Goldston, M.J., Downey, L. (2018). Yor Science Classroom. Thousand Oaks: Sage Publication, Inc.

Thursday, 25 February 2021

Peneliti Sebagai Instrument

Kata instrumen dalam kamus berarti alat yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu. Dalam makna tersebut instrumen merupakan sebuah benda atau barang fisik. Hal tersebut juga dapat diterapkan pada instrumen dalam penelitian. Berbagai alat yang dirancang dan dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, itulah instrumen penelitian. Dalam penelitian di bidang pendidikan contoh dari instrumen penelitian adalah lembar kuisioner, tes hasil belajar, panduan wawancara hingga lembar observasi.

Instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif telah disusun oleh peneliti sebelum terjun ke lapangan dan mengumpulkan data. Pada proses penyusunan instrumen, peneliti seringkali harus meminta bantuan peneliti lain untuk mereview atau bahkan pakar untuk memvalidasi instrument tersebut. Pengambilan data di lapangan dengan demikian merupakan aktivitas penerapan instrumen-instrumen yang telah disusun dengan sistematis sebelumnya.

Kondisi tersebut berbeda dengan penelitian kualitatif. Seorang peneliti kualitatif juga menyusun instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk proses pengambilan data seperti panduan wawancara dan lembar pengamatan. Namun instrumen-instrumen tersebut bersifat sementara, artinya di lapangan akan banyak mengalami penyesuaian atau bahkan penggantian sesuai dengan pertimbangan peneliti setelah memahami kondisi lapangan dan partisipan. Pertimbangan-pertimbangan peneliti sangat penting dalam proses penyesuai instrumen (menambah, mengurangi atau mengganti) tersebut. Berdasarkan kondisi inilah maka dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian yang utama adalah peneliti itu sendiri atau yang sering diungkapkan dengan istilah researcher as instrument.

Berdasarkan prinsip peneliti sebagai instrumen, maka instrumen-instrumen yang telah dibuat sebelum pengambilan data di lapangan bersifat fleksibel. Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan lebih cenderung merupakan poin-poin penting yang nantinya akan berkembang saat proses wawancara. Kalaupun instrumen wawancara yang disusun telah bersifat terstruktur (benar-benar disusun terperinci sesuai dengan tujuan penelitian, seperti misalnya pada pendekatan fenomenologi) masih memungkinkan seorang peneliti untuk melakukan penyesuaian yang dibutuhkan. Penyesuaian tersebut seringkali dilakukan pada wawancara selanjutnya, setelah peneliti melakukan refleksi terhadap transkrip data.

Bacaan lebih lanjut:

Taylor, S.J., Bogdan, R., DeVault, M. L. (2016). Introduction to Qualitative Reasearch Methods (4th ed.). Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

Xu, M. A., & Storr, G. B. (2012). Learning the concept of researcher as instrument in qualitative research. The Qualitative Report, 17(Art. 42), 1-18. Retrieved from http://www.nova.edu/ssss/QR/QR17/storr.pdf

Monday, 8 February 2021

Alat Bantu Orasi

Para ahli meyakini bahwa alat bantu orasi dapat meningkatkan daya serap audien terhadap konten orasi. Beberapa penelitian juga telah dilakukan dan membuktikan keyakinan tersebut. Alat bantu orasi adalah segala sesuatu selain kata-kata yang diucapkan orator yang digunakan untuk membuat audien lebih memahami ucapan tersebut (pesan orator). Alat bantu orasi dikenal juga dengan istilah alat bantu audiovidual.

Anda dapat membayangkan berdasarkan pengalaman anda sendiri tentang bagaimana sulitnya memahami suatu konsep matematik bangun ruang hanya dari penjelasan guru tanpa ada gambar. Demikian juga ketika seseorang menjelaskan tentang kondisi geografis suatu daerah tanpa adanya bantuan peta atau foto daerah tersebut. Alat bantu audiovisual akan sangat membantu pemahaman.

Selain membuat audien lebih memahami konten orasi, alat bantu audio visual juga dapat meningkatkan daya tarik orasi dan menyederhanakan penjelasan (sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit). Seorang orator dapat menyajikan gambar yang real dan menarik mengenai topik pembicaraannya.

Terdapat beberapa jenis alat bantu orasi yaitu:

  1. Diri orator itu sendiri. Orator sendiri dapat berperan sebagai alat bantu orasi, misalnya dengan menampilkan beberapa gerakan tubuh ketika sedang membicarakan suatu cabang olah raga. Demikian juga ketika sedang membahas tentang cara menggunakan mikroskop yang aman, sang guru menunjukkan secara langsung bagaimana itu dilakukan.
  2. Asisten. Alat bantu yang kedua ini tidak dilakukan sendiri oleh orator melainkan oleh seorang asisten, misalnya ia mendatangkan seorang ahli olah raga tertentu.
  3. Benda-benda yang berkaitan dengan topik pembicaraan. 
  4. Gambar. Sebuah gambar dapat membantu atau mewakili ribuan kalimat dari sebuah penjelasan, Bahkan dapat lebih baik, seperti pada kasus konsep matematika geometri.
  5. Peta
  6. Foto atau lukisan.
  7. Bagan. Yang disebut dengan bagan adalah suatu gambar obyek dengan petunjuk yang terperinci mengenai bagian-bagiannya. Misalnya gambar otak manusia dengan petunjuk lengkap mengenai bagian-bagian penyusun otak tersebut.
  8. Grafik. Alat bantu ini biasanya mewakili data-data hasil olahan statistik.
  9. Diagram alir. Merupakan suatu kumpulan teks yang dihubungkan dengan anak-anak panah yang menunjukkan proses terjadi  atau hubungan antar ide.
  10. Audio dan video. 
Perlu dipahami betul bahwa alat bantu juga harus sesuai dengan kondisi audien. Misalnya untuk audien tertentu sulit untuk memahami alat bantu berupa grafik karena keterbatasan pengalaman mereka. Demikian pula penggunaan teknologi yang benar-benar baru bagi audien dapat mengacaukan perhatian mereka. Ingatlah bahwa konten presentasi dan pembicaraan orator tetaplah sebagai raja dari orasi.

Bacaan lebih lanjut:

eebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Sunday, 7 February 2021

Bahasa Orasi

Pemilihan kata menjadi salah satu yang menentukan kekuatan suatu orasi, baik dalam menarik perhatian audien, membuat mereka percaya maupun dalam melekatkan isi orasi hingga jangka waktu yang lama. Pemilihan kata, yang juga disebut dengan diksi, menjadi salah satu penentu keberhasilan tersampaikannya pesan orator kepada audien. Beberapa orator ulung bahkan tetap dikenang hingga puluhan atau bahkan ratusan tahun kemudian karena kekuatan kata-kata yang dipilihnya. Sebut saja istilah jas merah (jangan sampai melupakan sejarah) yang digunakan oleh Sukarno, atau i have a dream yang digunakan oleh Martin Luther King Jr.

Sebenarnya setiap hari kita selalu melakukan pemilihan kata. Ketika berbicara dengan teman, melakukan transaksi jual beli, bercerita suatu kejadian kepada anak, dan lain sebagainya. Seseorang dengan pemilihan kata yang baik akan menghasilkan interaksi sosial yang lancar, selain ditentukan oleh sikap tentu saja. 

Pemilihan kata ketika berbicara langsung dan tertulis sungguh berbeda. Seseorang dalam dialog harus dapat beradaptasi dengan respon lawan bicaranya, sehingga pemilihan kata dapat mengalami perubahan dengan cepat. hal tersebut tidak terjadi dalam bahasa tulisan yang tidak akan mendapatkan respon pembaca secara langsung. Akibatnya skill pemilihan kata seorang orator benar-benar diuji ketika melakukan orasi. 

Disebabkan oleh karakter penyesuaian diri dengan respon dan mood audien secara langsung maka kebanyakan orasi menggunakan bahasa yang kurang formal jika dibandingkan dengan bahasa tulisan (kecuali pada acara resmi). Selain itu dalam sebuah orasi, kata-kata teknis yang membutuhkan penjelasan dan definisi cenderung sedikit digunakan agar tidak banyak menghabiskan waktu dan memperlambat loading pikiran audien.

Tujuan utama pemilihan bahasa adalah suatu orasi yang jelas. Untuk mewujudkan tujuan ini maka dalam memilih kata seorang orator harus mempertimbangkan beberapa hal:

  1. Bahasa yang mudah dipahami. Sebagian besar isi orasi harusnya berupa kata dan kalimat dalam bahasa yang mudah dipahami oleh audien. Suatu kata asing atau teknis dapat dikenalkan untuk kemudian dijelaskan maknanya apabila kata tersebut penting digunakan atau sesekali dipakai untuk membangun kredibilitas. Namun terlalu banyak kata yang sulit dipahami kemungkinan besar akan menghasilkan pemahaman yang salah.
  2. Jika bisa disampaikan dalam bahasa yang mudah maka lakukanlah demikian. Jika harus menggunakan kata teknis atau jargon yang rumit maka jelaskanlah maknanya.
  3. Hindari kata-kata yang bermakna ambigu. Dalam komunikasi oral (apalagi yang berlangsung searah) audien hanya akan mendengar setiap kalimat yang orator sampaikan satu kali (kecuali ada hal penting yang diulangi penyampaiannya). karena itulah maka sebaiknya pilihlah kata dan susunlah kalimat yang maknanya hanya satu (tidak multi tafsir). 
Jika kita ingin merangkum ketiga hal tersebut di atas menjadi satu kelimat sederhana kemungkinan adalah, buatlah menjadi sederhana. Jangan berupaya menarik perhatian audien melalui kerumitan berbahasa.

Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Pendahuluan dan Kesimpulan dalam Orasi

Orasi umumnya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, inti dan kesimpulan atau penutup. Berdasarkan nama dari bagian-bagian tersebut, inti merupakan bagian terpenting dan sebenarnya mepakan informasi yang ingin disampaikan oleh orator sesuai dengan tujuannya. Walaupun demikian, dua bagian yang lain juga tidak dapat dianggap remeh dan dilalaikan. Pendahuluan yang baik akan menarik audien untuk terus memperhatikan proses orasi. Kesimpulan yang baik akan menghasilkan suatu lem yang membuat isi orasi akan bertahan lama di ingatan audien.

Dalam rangka untuk mendapatkan perhatian audien, pendahuluan dari suatu orasi dapat menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

  1. Menyajikan suatu cerita pendek atau anekdot. Hampir semua orang menyukai cerita, sehingga cerita pendek yang menarik, waktunya pas dan memiliki kesesuaian dengan isi orasi dapat menjadi suatu pembuka yang baik. 
  2. Menyajikan suatu statemen mengenai fakta tertentu yang provokatif.  Statemen seperti ini akan segera membawa perhatian dan pikiran audien menuju inti orasi. Statemen seperti ini biasanya bersifat faktual, baru, ironis dan berlawanan dengan pendapat umum. 
  3. Menampilkan sisi menarik dari isi orasi. Berdasarkan analisis audien yang telah dilakukan sebelumnya, orator kemudian menganalisis kira-kira apa aspek paling menarik dari isi orasi yang akan disampaikannya. Hal tersebut kemudian ia sampaikan di awal orasi sebagai suatu tujuan yang akan membuat audien "membuka" telinga mereka untuk kalimat-kalimat yang akan disampaikan sang orator.
  4. Memperkenalkan diri sebagai bagian dari audien. Pendahuluan juga dapat diisi dengan suatu perkenalan diri, yang bukan sembarang perkenalan, tetapi identitas diri yang akan membuat audien merasa lebih dekat. Kedekatan tersebut relatif akan menghasilkan suatu sikap mau menerima apa yang akan disampaikan dalam orasi.
  5. Menggunakan humor. Tentu saja semua orang menyukai humor, suasana akan menjadi lebih santai dan menarik. Namun perlu dipertimbangkan bahwa penyampaian humor membutuhkan kemampuan dan bahkan bakat tersendiri. Humor yang dipaksakan hanya akan menghasilkan suasana tidak nyaman, dingin dan mengecewakan audien sejak awal.
  6. Memulai dengan pertanyaan. Pada kondisi audien yang responsif, sebuah pertanyaan akan menjadi awal yang baik untuk mengantar perhatian dan pikiran mereka menuju inti orasi. Namun bagi audien yang pasif pertanyaan hanya akan membuat orator kehilangan semangat dan mengganggu konsentrasi.
  7. Menunjukkan apa manfaat dari isi orasi bagi audien. Manusia adalah makhluk yang berorientasi masa depan, sehingga salah satu yang akan menarik perhatiannya adalah mengenai manfaat apa yang akan diperoleh dari suatu aktivitas yang dilakukannya. 
  8. Menunjukkan kredibilitas orator. Audien tentu akan mau membuka telinga dan pikirannya pada perkataan seseorang yang mereka tahu bahwa orang tersebut kredibel di bidang yang dibicarakan. Tentu anda tidak mau menerima nasehat mengenai bisnis dari seseorang yang tidak punya pengalaman bisnis bukan?
  9. Ulasan singkat tentang isi orasi. Cara ini dapat dilakukan untuk membuat audien secara langsung mengetahui manfaat dari orasi yang akan didengarkannya. Ulasan yang baik adalah yang singkat namun bersifat eksplisit, membuat audien menjadi jelas mengenai isi dan struktur orasi yang akan disampaikan. Misalnya dengan memaparkan poin-poin penting orasi sebelum nanti akan dijelaskan dengan materi pendukung yang bersifat faktual.A
Aneka metode untuk pendahuluan di atas dapat dipilih dan bahkan digabungkan sesuai dengan pertimbangan orator setelah mempelajari kondisi audien dan lingkungan orasi. Pada bagian kesimpulan seorang orator harus memberikan poin-poin yang memperjelas apa yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan yang mungkin telah disampaikan di bagian pendahuluan. Perkuat lebih pada bagian-bagian penting dan akhiri dengan statemen yang menggugah sehingga meninggalkan kesan yang kuat di ingatan audien.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Lucas, S.E. (2019). The Art of Public Speaking (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Thursday, 4 February 2021

Pengaturan Konten Orasi

Pernahkan anda menyimak suatu ceramah yang isinya seperti mengajak kita berputar-putar di suatu tempat hingga membuat pusing? Atau pemaparan seperti layaknya pendekar yang meloncat kesana-kemari sehingga membuat kita tidak jelas dengan apa yang dibicarakan? Sungguh menjemukan dan membuat kita ingin cepat keluar dari ruang acara.

Kondisi tersebut terjadi karena sang orator tidak menyiapkan orasinya dengan baik. Walaupun berbagai informasi telah ia miliki namun tidak diaturnya sedemikian rupa sehingga audien menjadi tidak paham. Konten orasi perlu pengaturan yang sistematis sehingga mudah dipahami. Orasi adalah proses penyajian informasi yang tidak bisa diulang sebagaimana kita membaca buku. Oleh karenanya kesalahan dalam mengatur bagian-bagian dari konten akan menjadi mustahil untuk dipahami audien.

Secara ringkas pengaturan konten orasi adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

  1. Menentukan poin-poin utama dari konten kita. Poin utama dapat ditentukan berdasarkan tujuan orasi. Setelah menentukan sekian informasi utama, lalu pilihlah sejumlah poin yang akan menjadi fokus orasi. Jumlah ini sangat ditentukan oleh ketersediaan waktu orasi. Selain itu poin utama yang terlalu banyak akan sulit diingat. Poin utama umumnya berjumlah 2 hingga 5 poin. 
  2. Masing-masing poin utama harus diperjelas oleh materi pendukung yang sesuai baik berupa contoh, analogi atau data statistik (untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel tentang materi pendukung orasi). 
  3. Susun poin-poin utama secara sistematis. Perlu diketahui bahwa sistematika penyajian poin-poin utama ditentukan berdasarkan sifat dari informasi yang akan disampaikan. Sistematika tersebut dapat berupa pola spasial (berdasarkan lokasi atau tempat), pola kronologis (berdasarkan urutam waktu kejadian), pola kausal (berdasarkan sebab akibat dari peristiwa yang disampaikan) ataupun pola komparatif (berdasarkan perbandingan antar obyek atau antar kejadian).
  4. Hubungkan masing-masing poin utama dengan kata atau kalimat penghubung. Kata atau kalimat ini membantu audien untuk memahami hubungan antar poin dengan lebih jelas. Misalnya menggunakan angka satu, dua dan seterusnya untuk menandai masing-masing poin utama. 

Manusia memahami berbagai fenomena dan informasi di sekitar mereka berdasarkan tata aturan tertentu di dalam pikirannya. Karakter inilah yang membuat penjelasan yang disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan pola berpikir manusia akan menjadi lebih mudah dipahami. Mengatur konten orasi pada dasarnya sama dengan mengatur pola berpikir kita sendiri.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Lucas, S.E. (2019). The Art of Public Speaking (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Wednesday, 3 February 2021

Materi Pendukung Orasi

Inti informasi yang ingin disampaikan oleh seorang orator kepada audiennya biasanya berupa poin-poin atau informasi yang padat dan diharapkan akan membawa perubahan terhadap pengetahuan bahkan sikap audien di kemudian hari. Untuk dapat memberikan pemahaman yang jelas dan melekat di ingatan audien, poin-poin informasi tersebut seharusnya dilengkapi oleh materi-materi pendukung yang juga harus disiapkan oleh orator sebelum hari H.

Beberapa fungsi dari materi pendukung orasi adalah sebagai berikut:

  1. Membuat audien lebih jelas mengenai informasi inti yang disampaikan dalam orasi.
  2. Menarik perhatian dan minat audien terhadap isi orasi.
  3. Menguatkan ingatan audien mengenai informasi yang disampaikan dalam orasi
  4. Meyakinkan audien bahwa orator telah melakukan riset dan persiapan yang matang sebelum orasi berlangsung.
Melihat beberapa fungsi dari materi pendukung tersebut di atas, sekarang anda mungkin akan mengalami perubahan pemahaman. Jika sebelumnya sedikit meremehkan materi pendukung, maka saat ini akan terbersit suatu pemikiran baru yang membuat anda lebih menghargai akan pentingnya materi pendukung.

Apa saja bentuk-bentuk dari materi pendukung yang biasanya digunakan oleh para orator? Berikut ini adalah beberapa di antaranya.

  1. Contoh-contoh. Ini adalah materi pendukung yang paling banyak digunakan. Bukankah para guru selalu memberikan contoh untuk membuat para siswa memahami penjelasannya? Sebuah contoh membuat konsep atau teori yang abstrak menjadi lebih nyata sehingga lebih mudah dipahami.
  2. Definisi. Materi pendukung ini dibutuhkan apabila orator memakai kata atau istilah yang baru sehingga ia perlu menjelaskan definisi dari istilah tersebut sebelum menyampaikan informasi inti. Definisi dapat diperoleh dari kamus atau buku tetapi seorang orator juga dapat menggunakan bahasanya sendiri untuk mendefinisikan, dengan harapan audien akan lebih mudah memahami.
  3. Testimoni atau pernyataan yang diberikan oleh orang lain (yang umumnya adalah pakar). Testimoni dari pakar akan memperkuat keyakinan audien terhadap isi orasi. Dalam memilih testimoni tersebut orator harus benar hati-hati agar yang dipilih memang benar-benar pakar di bidang yang khusus sesuai dengan isi orasi. 
  4. Statistik. Data statistik dihasilkan dari penelitian atau survey baik peneliti individual maupun lembaga. Statistik bermanfaat apabila informasi yang disajikan membutuhkan kuantifikasi. Keberadaan statistik membuat audien lebih paham seberapa besar kuantitas sesuatu yang dijelaskan orator, misalnya ketika orator menjelaskan bahwa korban covid19 telah semakin besar. 
  5. Analogi atau perbandingan informasi inti dengan hal lain yang mirip. Tujuan analogi adalah menghasilkan kejelasan pada pemahaman audien. Sebuah analogi biasanya akan menurunkan level kerumitan informasi. Dengan analogi yang sederhana audien dapat diarahkan untuk memahami informasi yang lebih rumit.
Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Tuesday, 2 February 2021

Analisis Audien dan Topik Orasi

Pesan-pesan atau informasi yang disampaikan oleh seorang orator tidak dapat dilepaskan dari situasi dan karakter audien. Seperti pada pembahasan mengenai definisi orasi, bahwa orasi disampaikan untuk kepentingan audien, maka audien harus dapat merasakan sejak awal bahwa apa yang disampaikan oleh sang orator memang bermanfaat bagi mereka. Kehadiran audien secara suka rela menunjukkan bahwa mereka merasa orasi itu penting, namun untuk orasi yang bersifat wajib (misalnya sekolah atau sosialisasi dari desa) maka oratorlah yang harus dapat mengekspresikan nilai penting orasi tersebut. 

Terdapat tiga hal positif yang akan muncul jika audien merasakan nilai penting orasi begi mereka yaitu:

  1. Audien akan lebih tertarik dan memperhatikan orasi hingga selesai.
  2. Audien akan membangun sikap dan persepsi yang positif terhadap orator.
  3. Audien akan membuka pikiran mereka terhadap pesan-pesan yang disampaikan orator selama orasi berlangsung.

Orasi yang dipersiapkan dan direncanakan sedemikian rupa tidak dapat lepas dari suatu proses yang disebut analisis audien. Berikut ini adalah beberapa aspek dari audien yang dapat dianalisis untuk menghasilkan suatu orasi yang bernilai penting bagi mereka.

  1. Analsis karakteristik situasional. Dalam karakter ini yang harus diketahui adalah jumlah audien, waktu, lokasi dan bagaimana kira-kira mobilitas audien selama orasi. Masing-masing karakter situasi tersebut akan berdampak pada kondisi audien selama orasi. Misalnya jumlah audien yang besar akan berpengaruh terhadap kualitas suara orator dan intensitas interaksi yang mungkin dapat dibangun.
  2. Analisis demografis. Beberapa hal yang perlu diketahui antara lain usia, komposisi gender, suku, orientasi agama, latar belakang ekonomi profesi dan afiliasi politik. Kesesuaian sikap orator dengan karakter demografis tersebut akan menentukan apakah audien mau menerima kehadiran orator sejak awal. 
  3. Aspek-aspek yang dapat membuat orator seolah menjadi bagian dari audien. Orator dapat menganalisis beberapa hal seperti keyakinan, nilai-nilai kultural atau pengalaman yang sama-sama ia miliki seperti halnya para audien. Ketika kesamaan tersebut diungkapkan maka akan muncul suatu perasaan dekat dan tidak asing pada diri audien. Mereka akan lebih terbuka terhadap berbagai pesan yang nantinya disampaikan. Pengalaman-pengalaman pribadi orator dapat dipilih untuk disampaikan misalnya di fase pendahuluan untuk menimbulkan kesan kesamaan ini. 
Bagaimana analisis audien dilakukan? Orator dan tim dapat menggunakan metode survey, wawancara dan juga pengamatan sebelum orasi dilaksanakan. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan yang kemungkinan akan saling melengkapi jika dapat dilakukan secara lengkap.

Bacaan lebih lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

5 Kunci Menyiapkan Orasi

Mungkin ada banyak cara orang dalam menyiapkan orasi. Pengalaman dan jam terbang membuat para orator dapat menentukan hal-hal apa yang paling penting baginya untuk dipersiapkan. Yang jelas, persiapan akan meningkatkan kualitas orasi. Artikel ini akan membahas 5 kunci yang dibutuhkan seorang orator dalam menyiapkan orasinya. 5 kunci tersebut adalah teknik klasik dalam persiapan orasi yang telah diajarkan sejak zaman Yunani kuno.

Bagi seorang calon guru menyiapkan dan merencanakan pembelajaran adalah sebuah kewajiban. Persiapan tersebut tidak hanya meliputi penyusunan RPP, melainkan juga menyiapkan diri sebelum menyampaikan pelajaran di kelas. Dan tentu saja, keterampilan melakukan orasi atau presentasi materi secara lisan menjadi salah yang penting untuk dikuasai. 

5 kunci menyiapkan orasi adalah sebagai berikut:

  1. Menemukan. Tahap ini artinya orator menghasikan ide yang akan disampaikan dalam orasi. Ide tersebut dapat berasal dari pemikiran sang orator, namun dapat juga berasal dari sumber-sumber lain. Ide-ide yang dihasilkan kemudian dipilih secara logis berdasarkan analisis orator mengenai karakter dan kebutuhan audien. 
  2. Merangkai. Pada tahap kedua ini orator menyusun atau mengorganisasi ide-ide serta berbagai bagiannya sedemikian rupa agar dapat disajikan kepada audien secara efektif. Dalam bahasa pembelajaran adalah agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Struktur orasi umumnya ada tiga yaitu pendahuluan, isi dan kesimpulan, dimana isi merupakan bagian yang berisi bagian-bagian penting dari orasi.  Organisasi orasi yang baik akan menghasilkan kejelasan dan ingatan yang kuat di dalam diri para audien.
  3. Gaya. Merupakan tahapan dimana orator menentukan gaya bahasa yang paling baik dalam mengekspresikan idenya. Pemilihan gaya terbaik akan menghasilkan kejelasan orasi, mudah diingat oleh para audien dan menghindarkan kesalahpahaman.
  4. Mengingat. Adalah tahapan dimana orator mulai melakukan praktik atau latihan mengenai orasi yang telah ia persiapkan. Tujuan praktik ini adalah agar orator berada pada jalur yang benar ketika melakukan orasi, tidak melenceng dan membahas berbagai hal yang justru dapat mengaburkan pikiran para audien. Dalam pembelajaran di kelas mungkin anda sering mengalami diajar oleh guru yang pembahasannya terlalu melebar, ngalor ngidul hingga akhirnya waktu habis sebelum inti pelajaran dijelaskan sempurna. 
  5. Menyampaikan. Adalah tahap dimana orator benar-benar berada di atas "panggung" dan menyampaikan orasi kepada audien. Beberapa aspek yang turut berperan penting dalam tahapan penyampaian adalah kualitas suara, gestur tubuh, kontak mata serta pergerakan orator selama melakukan orasi. Hal lain yang juga penting adalah seting dari panggung orasi.
Kelima tahapan kunci dari penyiapan orasi tersebut di atas masih sebatas penjelasan singkat. Pada artikel yang lain kita akan membahas pendalamannya. Berbagai literatur mengenai orasi juga akan sangat membahntu untuk dipelajari.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Monday, 1 February 2021

Etika dalam Orasi

Orasi adalah suatu aktivitas sosial, yaitu suatu bentuk komunikasi. Kita tentu tahu bahwa interaksi dan komunikasi antar anggota masyarakat diatur oleh suatu tata perilaku yang menentukan apakah seuatu itu baik atau buruk dilakukan yang disebut dengan norma. Normal dibentuk oleh masyarakat berlandasakan nilai-nilai etis yang mereka yakini. Dengan demikian, di dalam orasi pun terdapat etika yang harus diperhatikan oleh seorang orator. 

Nilai-nilai etis yang berlaku di masyarakat sangat berguna ketika kita menghadapi pilihan-pilihan rumit yang berkaitan dengan kepentingan, baik buruk atau rasa suka atau tidak dari orang banyak. Terdapat dua aspek yang dipandang menjadi dasar etis dari orasi yang berlaku internasional, yaitu aspek kejujuran dan toleransi.

Pada aspek pertama, orator harus menyampaikan kebenaran kepada audien. Menjadi tidak etis atau tidak benar jika orator menyampaikan kebohongan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan. Jika terdapat hal-hal yang tidak layak untuk disampaikan maka cukup dengan tidak disampaikan, bukan dengan menyampaikan kebohongan. Aspek ini membuat seringkali para orator dengan sengaja memaparkan fakta-fakta atau data hasil penelitian untuk meyakinkan para audien akan kebenaran informasi yang ia sampaikan. Dalam menyampaikan data atau pendapat orang lain pun seorang orator harus jujur, yaitu dengan menyebut siapa yang dikutipnya.

Aspek atis kedua adalah toleransi yaitu sikap memandang semua manusia adalah sama derajatnya. Orator dilarang menghina orang lain atau kelompok tertentu karena perbedaan atau kekurangan yang mereka miliki. Dalam mengungkapkan pandangan atau keyakinan yang berbeda pun dilakukan dengan bahasa yang sopan, tidak kasar dan menyakiti perasaan. Seorang guru yang berceramah di depan kelas harus mempertimbangkan kata-kata yang dipilihnya agar tidak menyinggung atau merendahkan satu atau kelompok siswa tertentu.

Pelanggaran pada aspek etis kedua banyak kita temuka pada orasi persuasif, misalnya pada kampanye politik. Dengan tujuan menjelekkan lawan politik sang orator mengungkapkan kata atau fakta-fakta tertentu yang merendahkan pihak lawan. Orasi semacam ini berpotensi untuk memancing emosi dan konflik antar kelompok di masyarakat.

Selain dua aspek utama di atas, secara kultural akan kita temui aspek-aspek lain yang berkaitan dengan etika masyarakat lokal. Etika dalam berbicara dan berpenampilan di depan publik, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Sebagai contoh di banyak daerah di Indonesia dipandang tidak sopan apabila seorang apabila seorang perempuan berbicara di depan publik dengan baju relatif terbuka. Demikian pula dengan penggunaan kata-kata tertentu yang dianggap tabu oleh satu masyarakat tapi tidak oleh masyarakat lain. Dapatkah kalian menyebutkan contohnya?

Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.


Jenis-jenis Orasi

Orasi membutuhkan persiapan. Terdapat beberapa jenis orasi yang ternyata memiliki karakter dan tujuan yang berbeda sehingga teknik penyampaian dan persiapannya juga berbeda. Untuk itulah dibutuhkan persiapan. Tanpa adanya persiapan maka orasi akan berlangsung seadanya, kurang sesuai dengan tujuan dan akhirnya tidak akan memberikan manfaat bagi audien (bahkan bisa membuat mereka stres).

Dalam artikel singkat ini orasi dibedakan menjadi empat jenis sebagai berikut:

  1. Orasi informatif. Tujuan utama dari orasi jenis ini adalah memberikan pengetahuan atau pemahaman bagi audien. Seorang guru yang sedangkan menjelaskan teori dalam bidang IPA atau seorang ketua RT yang sedang menjelaskan prosedur pembayaran pajak adalah contoh dari orasi informatif. Persiapan yang sangat penting adalah mengenai pemilihan informasi utama yang berdampak bagi pemahaman audien serta bagaimana potongan-potongan informasi disampaikan agar pemahaman yang diperoleh audien cepat terbentuk dan tidak menghasilkan kebingungan. Urutan penyajian informasi dapat dilakukan secara spasial, kronologis, kausal, komparatif, ataupun katagoris, bergantung pada jenis informasi yang disampaikan.
  2. Orasi persuasif. Tujuan dari jenis orasi ini adalah mempengaruhi audien baik keyakinan, perilaku maupun mendorong adanya aksi. Contoh dari orasi persuasif adalah ceramah seorang ulama, pemaparan seorang sales produk dan juga orasi seorang mahasiswa yang sedang melakukan demonstrasi mengkritik kebijakan pemerintah. Untuk dapat mempengaruhi audien, sorang orator harus memahami kebutuhan utama dari para audiennya. Kebutuhan orang tua di perumaham tentu berbeda dengan para mahasiswa di kampus. Mengenai jenis-jenis kebutuhan manusia orator dapat mendalami teori kebutuhan Abraham Maslow sebelum menganalisis hal-hal teknis terkait kebutuhan audiennya. Tak kalah penting adalah bagaimana orator dapat menunjukkan atau mendemonstrasikan manfaat yang akan diperoleh audien jika mengikuti arahan-arahan yang disampaikannya.
  3. Orasi acara khusus. Contoh dari orasi jenis ini adalah pembukaan seminar yang dilakukan oleh pimpinan universitas dan sambutan pada acara pernikahan. Setiap acara memiliki etika dan tatacara tertentu yang harus dipahami oleh sang orator. Pada umumnya orasi pada acara khusus bersifat formal. Aspek penting selain pesan yang hendak disampaikan adalah upaya untuk menampakkan emosi atau perasaan yang sesuai dengan situasi acara dan audien (suasana acara pernikahan, pesta ulang tahun, seminar, perpisahan dan kematian tentu saja berbeda), baik melalui bahasa lisan maupun sikap dan bahasa simbolik. 
  4. Orasi melalui media. Ketiga jenis orasi di atas adalah bersifat langsung, artinya orator menghadapi audien secara langsung bertatap muka. Pada jenis keempat orasi berlangsung melalui media tertentu sehingga orator tidak bertatap muka secara langsung dengan audien. Dahulu kita mengenal televisi dan radio, saat ini kita mengenai kanal YouTube atau media informasi lain yang memungkinkan orasi direkam dan dinikmati oleh masyarakat pada waktu-waktu tertentu. Saat ini, di tengah situasi pandemi, orasi jenis keempat ini bahkan adalah yang paling banyak dilakukan termasuk oleh para guru dan dosen. Karena bersifat rekaman dan tidak langsung, orator dapat mengatur atau bahkan memperbaiki penyampaian informasi sehingga kualitas orasi dapat benar-benar ditingkatkan. 
Demikianlah tujuan dan karakter dari empat jenis orasi seperti yang telah disebutkan di atas. Pada artikel-artikel yang lain kita akan membahas masing-masing jenis orasi tersebut dengan lebih terperinci. 

Bacaan lebih lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Sunday, 31 January 2021

Pengertian orasi (public speaking)

Manusia adalah makhluk sosial. Aktivitas sehari-hari menuntutnya untuk selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Ketika bertemu teman anda akan segera menyapa atau mengobrol santai dengan mereka. Di pasar, ibu-ibu melakukan tawar-menawar dengan pedagang untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Para siswa berdiskusi di dalam kelas untuk mengerjakan tugas kelompok. Hal-hal tersebut merupakan contoh-contoh dari komunikasi yang berlangsung setiap hari.


Lalu apa yang disebut dengan orasi, berbicara di depan publik atau public speaking? Kita mengenal istilah ceramah atau pidato. Apa yang membedakannya dengan berbagai bentuk komunikasi setiap harinya?

Orasi adalah aktivitas berbicara di depan audien dalam rangka menginformasikan sesuatu, membujuk atau menghibur. Adapun karakter dari orasi yang membedakannya dengan komunikasi yang lain adalah sebagai berikut:
  1. Pembicaraan didominasi oleh orator. Dalam orasi sang oratorlah yang banyak berbicara dan audien mendengar. Walaupun demikian, audien sebenarnya juga melakukan komunikasi dalam bentuk respon yang mereka berikan terhadap komunikasi sang orator. Respon tersebut dapat berupa senyuman, tatapan, tepuk tangan, ngantuk, celetukan atau juga pertanyaan. Sang orator harus dapat memahami makna respon audien dalam rangka mengelola orasinya sehingga tujuan orasi dapat tercapai.
  2. Pembicaraan orator terpusat pada kebutuhan dan minat audien. Ketiga tujuan orasi, informasi, persuasi dan rekreasi, sama-sama merupakan kebutuhan audien. Untuk itu topik dan isi pembicaraan seharusnya benar-benar mampu menarik perhatian audien.
  3. Orasi menguatkan bahasa lisan. Dalam suatu orasi kita sering melihat orator menggunakan alat bantu seperti proyektor, papan tulis, gambar, video dan lain sebagainya. Semua alat tersebut hanya berfungsi sebagai pendukung. Alat komunikasu utama dari seorang orator adalah lisannya. Komunikasi verbal menjadi penentu utama dari kekuatan atau kualitas sebuah orasi.
  4. Orasi umumnya dipersiapkan terlebih dahulu, walaupun level dan teknik penyiapan yang dipilih oleh orator mungkin berbeda-beda. Ada orasi yang lebih didominasi oleh improvisasi sang orator di panggung, ada juga yang benar-benar mengikuti perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Ada orator yang mampu memproduksi kata bagus secara spontan sesuai dengan kondisi audien saat itu juga (sehingga orator hanya menyiapkan tema dan pokok pembicaraan saja), namun ada juga yang harus mempersiapkan dan memilih kata-kata dari awal dengan baik.
Seorang guru di depan kelas juga sering melakukan orasi. Dengan demikian keterampilan berorasi menjadi salah satu keterampilan pokok seorang guru. Keempat karakter di atas harus benar-benar diperhatikan untuk dapat memberikan orasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman kalian, karakter orator seperti apa yang dapat membuat suatu orasi berlangsung menarik dan mencapai tujuannya? 

Bacaan Lebih Lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Wednesday, 27 January 2021

Teknik Coding dengan Strategi Terfokus Interpretasi

Pada teknik coding terfokus deskripsi, kode dibuat pada data yang bersifat deskriptif. Katagori atau konsep yang dihasilkan adalah gambaran nyata dan detail dari fenomena yang diteliti. Istilah-istilah yang digunakan sebagai kode pun adalah istilah asli dari partisipan. Coding seperti itu disebut dengan invivo coding.

Kondisi tersebut berbeda dengan strategi coding terfokus interpretasi. Tipe coding seperti ini tidak lagi fokus pada gambaran atau deskripsi dari fenomena tetapi pada makna. Dengan demikian pada strategi coding ini peneliti mengidentifikasi informasi-informasi penting pada data untuk kemudian menghasilkan kode yang merupakan representasi dari pemahamannya akan informasi-informasi tersebut. Hal ini akan menghasilkan satu kelemahan yaitu bias atau gangguan interpretasi yang muncul dari dalam diri peneliti karena beberapa faktor seperti latar belakang peneliti, keingin atau tujuan tertentu. Untuk meminimalisirnya para pakar kualitatif menyarankan beberapa cara seperti refleksi pada tiap tahapan penelitian, serta memperlakukan setiap informasi penting sebagai bagian yang saling terkait dengan setiap kode yang dihasilkan. 

Peneliti yang berbeda dapat menghasilkan interpretasi yang juga berbeda. Selain itu kode yang dihasilkan pada strategi terfokus interpretsi akan bersifat lebih abstrak dibandingkan pada strategi terfokus deskripsi. Strategi ini sangat cocok digunakan pada tujuan atau pertanyaan penelitian yang bersifat interpretatif seperti menjelaskan dan memahami suatu perilaku atau fenomena. Kata tanya yang umum digunakan adalah apa atau bagaimana. Selain itu strategi terfokus interpretasi juga berguna jika peneliti mendapatkan data yang kompleks sehingga membutuhkan interpretasi untuk menyajikannya kepada pembaca.

Strategi ini dapat digunakan bersamaan dengan strategi coding terfokus deskripsi. Setelah peneliti mengumpulkan informasi-informasi penting dari keseluruhan transkrip sebagai kelompok indikator empiris (bukti-bukti di dalam data) sesuai dengan tujuan penelitian, pertama kali dapat dipelajari apa yang terjadi (dengan menggunakan strategi deskriptif). Dengan berbekal pemahaman awal yang bersifat deskriptif, coding dapat kembali dilakukan untuk menggali maknanya dengan menggunakan strategi terfokus interpretasi.

Pemahaman peneliti akan konteks dari partisipan sangat penting dalam menemukan makna-makna yang tersembunyi di balik pernyataan atau pola-pola perilaku partisipan. Selain melalui pengamatan dan interaksi langsung, pemahaman akan konteks tersebut juga dapat diperoleh dari pustaka atau penelitian sebelumnya. Proses coding seringkali harus diulang, dengan terlebih dahulu peneliti kembali mengambil data berdasarkan kekurangan-kekurangan pada data.

Bacaan Lebih Lanjut:

Adu, P. (2019). A Step-by-step Guide to Qualitative Data Coding. New York: Routledge.

Saturday, 23 January 2021

Tiga Ranah Belajar (Tri Nga menurut Ki Hadjar)

Belajar akan menghasilkan pemahaman. Tentu anda dapat melihat bagaimana perbedaan antara orang yang paham dengan yang tidak. Namun sesungguhnya menurut Ki Hadjar belajar tidak cukup berhenti di level paham saja, karena pemahaman akan banyak sia-sia tanpa kita melakukan sesuatu.

Pendidikan harus dapat mengembangkan diri siswa secara utuh, sebagai manusia yang utuh. Menurut Hadjar terdapat tiga aspek kemampuan utama manusia yang harus diajarkan kepada anak didik. Ketiga kemampuan tersebut disingkat dengan tri nga yaitu ngerti, ngarasa dan nglakoni. Berikut penjelasan dari ketiga ranah tersebut.

  1. Ngerti. Dalam bahasa indonesia ngerti berarti paham. Seseorang yang belajar akan memperoleh pemahaman baru atau lebih dalam dari sesuatu yang dipelajari. Belajar ditandai dengan tumbuhnya pengetahuan. Dalam bahasa ilmu pengetahuan modern ngerti dapat disejajarkan dengan ranah kognitf. Namun ngerti tidak menunjukkan suatu kemampuan kognitif tingkat rendah, karena ngerti menunjukkan pemahaman dan kemampuan untuk berpikir terkait dengan pemahaman tersebut. Ngerti tidak hanya sekedar menghafal atau membiarkan pengetahuan mandeg di kepala tanpa diproses lebih lanjut.
  2. Ngrasa. Artinya merasakan. Manusia bukan komputer atau robot yang hanya dapat memproses informasi. Manusia memiliki perasaan yang membuatnya memiliki kepekaan dan ikatan batin dengan manusia lain. Manusia dapat seolah-olah ikut mengalami sendiri kesedihan dan kesenangan yang dialami oleh orang-orang di sekitarnya. Ngrasa membuat manusia dapat menjadi makhluk sosial, yang berbagi cita-cita, keinginan, dan permasalahan mereka. Cinta, kepada sesama manusia, tanah air dan bahkan Tuhan dapat muncul karena kemampuan ngrasa ini. Dalam kurikulum modern kemampuan ini dapat dibandingkan dengan ranah afektif.
  3. Nglakoni. Artinya melakukan atau mengamalkan apa yang telah dipelajari (dipahami dan dirasakan tersebut). Pada teori kurikulum kita mengenal ranah psikomotor, yang lebih cenderung berarti ranah keterampilan motorik. Namun tidak demikian halnya dengan nglakoni. Ki Hadjar menjelaskan bahwa nglakoni adalah kesungguhan untuk melaksanakan pengetahuan, cita-cita serta empati yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam nglakoni terdapat unsur kehendak, kesungguhan dan bahkan perjuangan yang merupakan sumber utama tenaga manusia untuk dapat hidup merdeka.
Demikian penjelasan mengenai bagaimana kesatuan tiga ranah belajar menurut Ki Hadjar Dewantara. Perwujudan ketiga nga tersebut membutuhkan proses yang tidak gampang, karena belajar tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga bagaimana membangun kepekaan sebagai manusia dan tekad serta perjuangan untuk mewujudkan cita-cita yang muncul setelah kita memperoleh pemahaman baru.

Bacaan Lebih Lanjut:
Soeratman, D. (1985). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dewantara, K.H. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika

Friday, 22 January 2021

Teknik Pengodean (Coding) dengan Strategi Terfokus Deskripsi

Data dalam penelitian kualitatif, baik yang diperoleh melalui observasi maupun wawancara atau bahkan refleksi peneliti, selanjutnya harus diubah menjadi transkrip atau berbentuk tulisan. Karakter dari transkrip yang berkualitas adalah bersifat verbatim yaitu benar-benar menuliskan informasi dari partisipan diusahakan seperti aslinya. Dalam wawancara, ungkapan-ungkapan seperti mmm, anu, dan oh iya, ditulis apa adanya. Hal tersebut akan memberi gambaran bagaimana karakter dan kondisi partisipan saat diwawancarai.

Transkrip selanjutnya akan mengalami proses pengodean (coding). Dalam proses ini peneliti membaca lengkap transkrip, bisa lebih dari sekali untuk mendapatkan pemahaman yang baik, untuk kemudian memilih pernyataan-pernyataan penting dalam transkrip yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Setiap pernyataan penting ditandai dengan sebuah kode yang biasanya berupa suatu kata atau frase yang dapat mewakili makna dari pernyataan yang dipilih. Kemampuan kode untuk mewakili makna membuat para peneliti kualitatif menyebut kode juga sebagai konsep.

Salah satu strategi dalam pengodean data kualitatif adalah strategi terfokus deskripsi (Adu, 2019). Sesuai dengan namanya, kode yang diberikan pada pernyataan-pernyataan dalam stranskrip bersifat deskriptif, artinya kode tersebut tidak membutuhkan interpretasi peneliti untuk membuatnya. Demikian juga umumnya pembaca dapat langsung memahami maksud dari kode. Pengodean terfokus deskripsi dapat diberikan pada peristiwa, seting, perilaku, pengalaman dan cerita. 

Strategi ini membuat data dapat menyampaikan makna secara langsung karena sifatnya yang sederhana dan kongkrit. Oleh karena itu pengodean deskriptif disebut dengan pengodean dasar. Caranya secara singkat adalah dengan meringkas menjadi suatu frase singkat atau bahkan hanya satu kata. Strategi pengodean ini dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer misalnya In Vivo, namun tidak demikian dengan strategi yang lain.

Strategi pengodean terfokus deskripsi digunakan apabila terdapat tujuan penelitian yang terfokus pada deskripsi. Beberapa pertanyaan penelitian yang terfokus deskripsi biasanya diawali dengan kata apa, dimana, kapan dan siapa. Selain itu strategi ini juga dipakai pada data yang sifatnya tidak kompleks. Strategi ini juga dapat digunakan bersama dengan jenis strategi yang lain (yaitu strategi pengodean terfokus interpretasi dan strategi pengodean terfokus presumsi).

Bacaan Lebih Lanjut:

Adu, P. (2019). A Step-by-step Guide to Qualitative Data Coding. New York: Routledge.

Thursday, 21 January 2021

Analisis Data Kualitatif Model Interaktif

Salah satu tahapan dalam penelitian adalah melakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian kualitatif proses analisis data tidak menunggu hingga pengumpulan data selesai, melainkan dapat dilakukan sejak awal pengumpulan data dilakukan. Analisis data juga dapat langsung dilanjutkan dengan tahap display (penyajian) data untuk kemudian kembali ke proses pengumpulan data. Proses yang berlangsung tidak dalam satu arah tersebut membuat Miles dan Huberman menyebutnya sengan model interaktif. Dalam artikel seingkat ini akan diuraikan bagaimana model interaktif tersebut.

  1. Pengumpulan Data. Peneliti dapat menggunakan berbagai metode untuk mengumpulkan data sesuai dengan fokus penelitiannya misalnya observasi berpartisipasi dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan tanpa sebuah paksaan, dimana peneliti menjalin hubungan yang tulus dengan partisipan, tidak sekedar mengejar data. Data tidak hanya berupa informasi yang diperoleh dari partisipan tetapi juga pemikiran dan refleksi yang dilakukan oleh peneliti ketika berada di dalam konteks (lapangan). 
  2. Kondensasi data. Merupakan proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi dan mentransformasi data hingga menjadi data tertulis (transkrip) yang penuh. Dengan kondensasi data menjadi lebih kuat (jadi tahapan ini tidak hanya mengkode dan mereduksi atau mengurangi jumlah data). Proses kondensasi direncanakan oleh peneliti kualitatif sejak sebelum melakukan pengumpulan data (walaupun masih akan mengalami perubahan-perubahan tertentu kemudian). Perencanaan tersebut dilakukan dengan menyusun kerangka konsep, pertanyaan penelitian dan metode pengumpulan data yang dipilih.
  3. Penyajian (display) data. Adalah proses mengorganisasi sasi agar peneliti dapat membuat kesimpulan dengan baik. Pengorganisasian data membuat penulis dan pembaca dapat memahami apa yang terjadi pada partisipan dengan lebih cepat dan utuh. Dapat anda bayangkan bagaimana suatu pemaparan (informasi) yang panjang hingga ratusan halaman. Dalam proses membaca kemungkinan pikiran akan menjadi blur dan kesimpulan akan sulit diperoleh. Miles, Huberman dan Saldana menyarankan pengorganisasian berbentuk tabel, bagan, matriks maupun grafik.
  4. Penyimpulan. Sejak awal data diperoleh seorang peneliti kualitatif kemungkinan telah dapat membuat kesimpulan sementara yang masih terbuka untuk adanya revisi dengan adanya data lebih lanjut. Peneliti dapat sering mengulangi membaca data yang telah terkumpul untuk melakukan refleksi dan pendalaman pemahaman. 

Bacaan Lebih Lanjut:
Miles, M.B., Huberman, A.M., Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook (3th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Wednesday, 20 January 2021

2 Jenis Penelitian Etnografi

Etnografi terfokus pada upaya untuk penyusunan suatu deskripsi yang lengkap dan kompleks mengenai kultur dari suatu kelompok masyarakat. Seperti yang telah kita ketahui, kultur terbentuk dari interaksi sehari-hari antar anggota dalam waktu yang sangat lama. Kultur tersebut menjadi identitas mereka, membedakan dari kelompok masyarakat lain.

Terdapat dua tipe utama penelitian etnografi yaitu etnografi realistik dan etnografi kritis. Etnografi realistik merupakan jenis yang lebih lama (tradisional), biasanya digunakan oleh para antropolog. Tujuan dari jenis ini adalah untuk menyusun suatu deskripsi secara obyektif mengenai kultur dari para partisipan. Gaya tulisan etnografi realistik adalah penulisan orang ketiga yang bersifat datar dan obyektif. Sementara sang peneliti tetap berada di “belakang” dalam melaporkan fakta-fakta etnografis. Dalam menyusun suatu interpretasi kultural peneliti banyak menyajikan suara dan pandangan asli partisipan berupa kutipan-kutipan langsung.

Jenis etnografi kedua yang lebih baru adalah etnografi kritis. Pada jenis ini peneliti menyuarakan kondisi partisipan yang terpinggirkan atau diperlakukan tidak adil. Deskripsi dan interpretasi dapat memasukkan suara peneliti sebagai pihak kritis yang membela kepentingan kelompok masyarakat yang diteliti. Etnografi kritis mencoba untuk mendorong terwujudnya emansipasi. Peneliti etnografi kritis merupakan seseorang dengan paradgma politik yang berusaha untuk menyuarakan kepentingan partisipan yang diperlakukan tidak adil dan didominasi oleh pihak lain. Tujuan penelitian etnografi adalah memberdayakan masyarakat yang diperlakukan tidak adil dan tertindas oleh hegemoni pihak tertentu.

Contoh dari penelitian etnografi realistik adalah bagaimana kultur belajar dari anak-anak nelayan untuk nantinya dapat menggantikan peran orang tua mereka sebagai nelayan mandiri. Contoh penelitian etnografi kritis misalnya bagaimana anak-anak nelayan diperlakukan berbeda di sekolah atau bagaimana sistem belajar dan ujian membuat mereka tidak mendukung peran mereka sebagai anak nelayan.

Etnografi membutuhkan suatu interaksi yang benar-benar deka tantara peneliti dengan para partisipan. Peneliti harus dapat diterima oleh masyarakat untuk tinggal dan berinteraksi dalam jangka waktu tertentu. Sebagai awal peneliti dapat mencari seorang gatekeeper atau key informan yang akan menghubungkannya dengan calon partisipan. Kesediaan partisipan harus didasari kesukarelaan sehingga informasi yang mereka berikan benar-benar asli dan bahkan mereka terbuka untuk perubahan yang lebih baik (terutama pada etnografi kritis).

Bacaan Lanjutan:

Creswell, J.W., Poth, C.N. (2018). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (4th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Monday, 18 January 2021

Pengertian Etnografi

Penelitian etnografi termasuk salah satu pendekatan dalam metode kualitatif yang paling lama. Pendekatan ini banyak digunakan oleh para antropolog dan menyajikan banyak informasi mengenai berbagai budaya atau kultur dari suku-suku dari seluruh dunia.

Merupakan salah satu pendekatan dari metode penelitian kualitatif. Perbedaan etnografi dari pendekatan lain dalam metode kualitatif adalah para partisipan penelitian merupakan sekelompok orang yang berada di lokasi yang sama, selalu berinteraksi sehingga memiliki pola perilaku, keyakinan-keyakinan serta bahasa yang sama. Dalam bahasa sederhana fokus dari penelitian etnografi adalah sekelompok orang sebagai sebuah kultur.

Beberapa contoh dari kelompok orang dengan sebuah kultur atau budaya antara lain guru-guru di suatu sekolah, para pekerja dari sebuah tempat kerja, masyarakat nelayan di suatu desa, para penghuni lembaga pemasyarakatan, dan lain sebagainya.

Metode utama dari etnografi adalah participant observation, dimana peneliti tinggal bersama para partisipan, berinteraksi dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari, mengamati dan mewawancarai para partisipan tersebut dalam seting kehidupan asli mereka. Dalam aktivitas tersebut peneliti berfokus untuk memahami makna dari perilaku, bahasa dan interaksi yang terjadi antar anggota kelompok.

Untuk dapat tinggal dan hidup bersama dengan para partisipan dalam seting kehidupan asli mereka untuk kemudian mendalami makna dari aktivitas dan bahasa masyarakat, tentu saja peneliti etnografi terlebih dahulu harus memahami bahasa dari para partisipan. Secara teknis, persiapan dari penelitian etnografi terhitung yang paling sulit dilakukan. 

Dua tipe utama dalam penelitian etnografi menurut Creswell dan Poth adalah etnografi realistik dan etnografi kritis. Keduanya akan dibahas dalam artikel yang berbeda.

Bacaan Lanjutan:

Creswell, J.W., Poth, C.N. (2018). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (4th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Sunday, 17 January 2021

3 Jenis Penelitian Studi Kasus

Sebelumnya, kita telah membahas mengenai salah satu pendekatan dalam metode penelitian kualitatif yaitu studi kasus. Lebih jauh, kali ini kita akan membahas mengenai 3 jenis dari penelitian studi kasus yaitu studi kasus instrinsik, stusi kasus instrumental dan studi kasus kolektif.

Yang pertama adalah studi kasus instrinsik. Tujuan utama dari jenis studi kasus ini adalah untuk memahami suatu kasus spesifik, yang sedikit diketahui orang. Desainnya yaitu desain kasus tunggal. Contohnya adalah penelitian mengenai seorang guru IPA yang sukses dengan program pembelajaran khusus di masa pandemi. Dalam penelitian ini sang peneliti memperlakukan kasus sebagai suatu entitas yang holistik, ia menggali berbagai kondisi atau proses internal yang berlangsung secara utuh dan mendalam. Selain itu tujuan dari studi kasus instrinsik adalah untuk memahami proses secara lebih general berdasarkan analisis dari satu kasus tunggal.

Jenis yang kedua adalah studi kasus instrumental. Dalam jenis yang kedua ini kasus yang diteliti sebenarnya lebih merupakan instrument atau alat untuk memahami sesuatu yang lain yang bersifat lebih general. Sebagai contoh ketika seorang peneliti meneliti kasus pelajar di suatu sekolah yang ditangkap polisi karena minuman keras, ia bertujuan untuk lebih memahami bagaimana proses yang dialami remaja khususnya pelajar hingga benar-benar terperangkap dan kecanduan minuman keras. Analisis dan kesimpulan yang dibuat oleh peneliti pada jenis yang kedua ini agak kurang menyangkut kasus secara langsung akan tetapi lebih mengarahkan pada aspek umum dari topik yang diteliti. Peneliti umumnya tertarik pada mengapa dan bagaimana fenomena itu terjadi. Dengan demikian penelitian ini cenderung untuk membangun atau menguji suatu teori agar dapat memahami suatu isu lebih baik.

Jenis yang ketiga yaitu studi kasus kolektif disebut juga studi multi kasus. Dalam hal ini peneliti berkeyakinan bahwa kejian terhadap beberapa kasus yang memiliki kesamaan terkait topik akan memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik. Jika sumber daya memungkinkan, studi kasus kolektif dapat meneliti hingga 10 kasus. Sifat dari penelitian ini umumnya instrumental dan kurang instrinsik. Sebagai contoh peneliti meneliti beberapa sekolah yang melaksanakan program belajar di alam untuk mengkaji bagaimana motivasi dan pemahaman siswa mengenai IPA sekolah ketika mereka dilibatkan dalam suatu lingkungan belajar yang alami dan bebas.

Bacaan Lanjutan:

Johnson, R.B., Christensen, L. (2017). Educational Research: Quantitative, Qualitative and Mixed Approaches (6th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Yin, R.K. (2014). Case Study Research: Design and Methods. Los Angeles: Sage Publication, Inc.