Pernahkan anda menyimak suatu ceramah yang isinya seperti mengajak kita berputar-putar di suatu tempat hingga membuat pusing? Atau pemaparan seperti layaknya pendekar yang meloncat kesana-kemari sehingga membuat kita tidak jelas dengan apa yang dibicarakan? Sungguh menjemukan dan membuat kita ingin cepat keluar dari ruang acara.
Kondisi tersebut terjadi karena sang orator tidak menyiapkan orasinya dengan baik. Walaupun berbagai informasi telah ia miliki namun tidak diaturnya sedemikian rupa sehingga audien menjadi tidak paham. Konten orasi perlu pengaturan yang sistematis sehingga mudah dipahami. Orasi adalah proses penyajian informasi yang tidak bisa diulang sebagaimana kita membaca buku. Oleh karenanya kesalahan dalam mengatur bagian-bagian dari konten akan menjadi mustahil untuk dipahami audien.
Secara ringkas pengaturan konten orasi adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:
- Menentukan poin-poin utama dari konten kita. Poin utama dapat ditentukan berdasarkan tujuan orasi. Setelah menentukan sekian informasi utama, lalu pilihlah sejumlah poin yang akan menjadi fokus orasi. Jumlah ini sangat ditentukan oleh ketersediaan waktu orasi. Selain itu poin utama yang terlalu banyak akan sulit diingat. Poin utama umumnya berjumlah 2 hingga 5 poin.
- Masing-masing poin utama harus diperjelas oleh materi pendukung yang sesuai baik berupa contoh, analogi atau data statistik (untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel tentang materi pendukung orasi).
- Susun poin-poin utama secara sistematis. Perlu diketahui bahwa sistematika penyajian poin-poin utama ditentukan berdasarkan sifat dari informasi yang akan disampaikan. Sistematika tersebut dapat berupa pola spasial (berdasarkan lokasi atau tempat), pola kronologis (berdasarkan urutam waktu kejadian), pola kausal (berdasarkan sebab akibat dari peristiwa yang disampaikan) ataupun pola komparatif (berdasarkan perbandingan antar obyek atau antar kejadian).
- Hubungkan masing-masing poin utama dengan kata atau kalimat penghubung. Kata atau kalimat ini membantu audien untuk memahami hubungan antar poin dengan lebih jelas. Misalnya menggunakan angka satu, dua dan seterusnya untuk menandai masing-masing poin utama.
Bacaan lebih lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.
Lucas, S.E. (2019). The Art of Public Speaking (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.
No comments:
Post a Comment