Orasi adalah suatu aktivitas sosial, yaitu suatu bentuk komunikasi. Kita tentu tahu bahwa interaksi dan komunikasi antar anggota masyarakat diatur oleh suatu tata perilaku yang menentukan apakah seuatu itu baik atau buruk dilakukan yang disebut dengan norma. Normal dibentuk oleh masyarakat berlandasakan nilai-nilai etis yang mereka yakini. Dengan demikian, di dalam orasi pun terdapat etika yang harus diperhatikan oleh seorang orator.
Nilai-nilai etis yang berlaku di masyarakat sangat berguna ketika kita menghadapi pilihan-pilihan rumit yang berkaitan dengan kepentingan, baik buruk atau rasa suka atau tidak dari orang banyak. Terdapat dua aspek yang dipandang menjadi dasar etis dari orasi yang berlaku internasional, yaitu aspek kejujuran dan toleransi.
Pada aspek pertama, orator harus menyampaikan kebenaran kepada audien. Menjadi tidak etis atau tidak benar jika orator menyampaikan kebohongan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan. Jika terdapat hal-hal yang tidak layak untuk disampaikan maka cukup dengan tidak disampaikan, bukan dengan menyampaikan kebohongan. Aspek ini membuat seringkali para orator dengan sengaja memaparkan fakta-fakta atau data hasil penelitian untuk meyakinkan para audien akan kebenaran informasi yang ia sampaikan. Dalam menyampaikan data atau pendapat orang lain pun seorang orator harus jujur, yaitu dengan menyebut siapa yang dikutipnya.
Aspek atis kedua adalah toleransi yaitu sikap memandang semua manusia adalah sama derajatnya. Orator dilarang menghina orang lain atau kelompok tertentu karena perbedaan atau kekurangan yang mereka miliki. Dalam mengungkapkan pandangan atau keyakinan yang berbeda pun dilakukan dengan bahasa yang sopan, tidak kasar dan menyakiti perasaan. Seorang guru yang berceramah di depan kelas harus mempertimbangkan kata-kata yang dipilihnya agar tidak menyinggung atau merendahkan satu atau kelompok siswa tertentu.
Pelanggaran pada aspek etis kedua banyak kita temuka pada orasi persuasif, misalnya pada kampanye politik. Dengan tujuan menjelekkan lawan politik sang orator mengungkapkan kata atau fakta-fakta tertentu yang merendahkan pihak lawan. Orasi semacam ini berpotensi untuk memancing emosi dan konflik antar kelompok di masyarakat.
Selain dua aspek utama di atas, secara kultural akan kita temui aspek-aspek lain yang berkaitan dengan etika masyarakat lokal. Etika dalam berbicara dan berpenampilan di depan publik, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Sebagai contoh di banyak daerah di Indonesia dipandang tidak sopan apabila seorang apabila seorang perempuan berbicara di depan publik dengan baju relatif terbuka. Demikian pula dengan penggunaan kata-kata tertentu yang dianggap tabu oleh satu masyarakat tapi tidak oleh masyarakat lain. Dapatkah kalian menyebutkan contohnya?
Bacaan lebih lanjut:
Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.
No comments:
Post a Comment