Friday, 26 February 2021

Kisah Archimedes: Contoh Seni Pembelajaran Sains yang Menggugah

Pembelajaran sains yang to the point, artinya guru langsung menyajikan konsep-konsep atau hukum dalam sains yang bersifat abstrak dan seringkali dipenuhi bahasa matematis membuat siswa beranggapan bahwa sains adalah pelajaran yang "menyeramkan" sulit dan membosankan. Padahal konsep-konsep dalam sains lahir dari hidup para penemu yang ceritanya penuh dengan inspirasi dan menarik untuk dipelajari. Dengan demikian, jika guru mau memanfaatkan cerita-cerita tersebut maka kemungkinan suasana kelas akan berubah. Para siswa akan dipenuhi oleh semangat di awal sebelum mereka menelusuri konsep-konsep abstrak yang hendak diajarkan.

Dalam pembelajaran sains ada konsep STEAM yang merupakan kepanjangan dari science, technology, engineering, art and mathematic. Kata art menunjukkan bahwa mengajarkan sains memiliki seni tersendiri. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa seni merupakan upaya manusia untuk mewujudkan nilai estetika (keindahan) yang dimilikinya. Dengan kata lain, pembelajaran sains pun harus disajikan dalam suatu seni yang membuatnya menjadi menarik dan menggugah semangat para siswa.

salah satu cerita seru di balik sejarah penemuan teori dalam sains adalah kisah Archimedes di zaman Yunani kuno. Suatu ketika Raja Sesilia memesan sebuah mahkota yang terbuat dari emas secara keseluruhan. Namun setelah mahkota emas itu telah selesai raja curiga bahwa mahkota tidak seluruhnya terbuat dari emas, tetapi dicampur dengan logam lain. Untuk itu ia meminta Archimedes yang merupakan penasehat di kerjaaan itu untuk mencari cara membuktikan keaslian mahkota emas.

Hal tersebut membuat Archimedes berpikir tanpa henti. Ia bingung namun tak mau menyerah begitu saja. Archimedes telah mengetahui bahwa setiap zat memiliki kepadatan atau kerapatan yang berbeda-beda sehingga pada suatu volume yang sama tiap-tiap zat memiliki massa yang berbeda. Contohnya segelas emas, kayu dan kapas akan memiliki massa yang berbeda. Masalahnya adalah: mahkota tersebut tidak diketahui volumenya. 

Ide brillian diperoleh Archimedes ketika ia berendam di sebuah bak mandi di pemandian umum yang banyak terdapat di Yunani Kuno. Ketika menceburkan diri ke dalam bak yang airnya penuh Archimedes melihat air tumpah keluar. Ia pun berpikir, jika tumpahan air itu dikumpulkan ke sebuah wadah ukur maka ia akan dapat mengetahui volume tubuhnya. Begitupun dengan volume mahkota. Saking gembiranya, Archimedes lupa memakai baju dan berlari pulang dengan berteriak: eureka!!

Dengan mengetahui volume mahkota maka Archimedes dapat mengetahui massa yang harus dimiliki mahkota yang keseluruhannya terbuat dari emas murni (dengan terlebih dahulu menimbang emas murni sejumlah volume yang sama dengan mahkota tersebut). 

Konsep mengenai kepadatan zat yang berkaitan dengan volume dan massa saat ini dipelajari dengan istilah massa jenis. Bukankah akan lebih menarik siswa jika konsep massa jenis diajarkan dengan sebelumnya mendengarkan kisah Archimedes?

Bacaan lebih lanjut:

Goldston, M.J., Downey, L. (2018). Yor Science Classroom. Thousand Oaks: Sage Publication, Inc.

Thursday, 25 February 2021

Peneliti Sebagai Instrument

Kata instrumen dalam kamus berarti alat yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu. Dalam makna tersebut instrumen merupakan sebuah benda atau barang fisik. Hal tersebut juga dapat diterapkan pada instrumen dalam penelitian. Berbagai alat yang dirancang dan dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, itulah instrumen penelitian. Dalam penelitian di bidang pendidikan contoh dari instrumen penelitian adalah lembar kuisioner, tes hasil belajar, panduan wawancara hingga lembar observasi.

Instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif telah disusun oleh peneliti sebelum terjun ke lapangan dan mengumpulkan data. Pada proses penyusunan instrumen, peneliti seringkali harus meminta bantuan peneliti lain untuk mereview atau bahkan pakar untuk memvalidasi instrument tersebut. Pengambilan data di lapangan dengan demikian merupakan aktivitas penerapan instrumen-instrumen yang telah disusun dengan sistematis sebelumnya.

Kondisi tersebut berbeda dengan penelitian kualitatif. Seorang peneliti kualitatif juga menyusun instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk proses pengambilan data seperti panduan wawancara dan lembar pengamatan. Namun instrumen-instrumen tersebut bersifat sementara, artinya di lapangan akan banyak mengalami penyesuaian atau bahkan penggantian sesuai dengan pertimbangan peneliti setelah memahami kondisi lapangan dan partisipan. Pertimbangan-pertimbangan peneliti sangat penting dalam proses penyesuai instrumen (menambah, mengurangi atau mengganti) tersebut. Berdasarkan kondisi inilah maka dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian yang utama adalah peneliti itu sendiri atau yang sering diungkapkan dengan istilah researcher as instrument.

Berdasarkan prinsip peneliti sebagai instrumen, maka instrumen-instrumen yang telah dibuat sebelum pengambilan data di lapangan bersifat fleksibel. Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan lebih cenderung merupakan poin-poin penting yang nantinya akan berkembang saat proses wawancara. Kalaupun instrumen wawancara yang disusun telah bersifat terstruktur (benar-benar disusun terperinci sesuai dengan tujuan penelitian, seperti misalnya pada pendekatan fenomenologi) masih memungkinkan seorang peneliti untuk melakukan penyesuaian yang dibutuhkan. Penyesuaian tersebut seringkali dilakukan pada wawancara selanjutnya, setelah peneliti melakukan refleksi terhadap transkrip data.

Bacaan lebih lanjut:

Taylor, S.J., Bogdan, R., DeVault, M. L. (2016). Introduction to Qualitative Reasearch Methods (4th ed.). Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

Xu, M. A., & Storr, G. B. (2012). Learning the concept of researcher as instrument in qualitative research. The Qualitative Report, 17(Art. 42), 1-18. Retrieved from http://www.nova.edu/ssss/QR/QR17/storr.pdf

Monday, 8 February 2021

Alat Bantu Orasi

Para ahli meyakini bahwa alat bantu orasi dapat meningkatkan daya serap audien terhadap konten orasi. Beberapa penelitian juga telah dilakukan dan membuktikan keyakinan tersebut. Alat bantu orasi adalah segala sesuatu selain kata-kata yang diucapkan orator yang digunakan untuk membuat audien lebih memahami ucapan tersebut (pesan orator). Alat bantu orasi dikenal juga dengan istilah alat bantu audiovidual.

Anda dapat membayangkan berdasarkan pengalaman anda sendiri tentang bagaimana sulitnya memahami suatu konsep matematik bangun ruang hanya dari penjelasan guru tanpa ada gambar. Demikian juga ketika seseorang menjelaskan tentang kondisi geografis suatu daerah tanpa adanya bantuan peta atau foto daerah tersebut. Alat bantu audiovisual akan sangat membantu pemahaman.

Selain membuat audien lebih memahami konten orasi, alat bantu audio visual juga dapat meningkatkan daya tarik orasi dan menyederhanakan penjelasan (sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit). Seorang orator dapat menyajikan gambar yang real dan menarik mengenai topik pembicaraannya.

Terdapat beberapa jenis alat bantu orasi yaitu:

  1. Diri orator itu sendiri. Orator sendiri dapat berperan sebagai alat bantu orasi, misalnya dengan menampilkan beberapa gerakan tubuh ketika sedang membicarakan suatu cabang olah raga. Demikian juga ketika sedang membahas tentang cara menggunakan mikroskop yang aman, sang guru menunjukkan secara langsung bagaimana itu dilakukan.
  2. Asisten. Alat bantu yang kedua ini tidak dilakukan sendiri oleh orator melainkan oleh seorang asisten, misalnya ia mendatangkan seorang ahli olah raga tertentu.
  3. Benda-benda yang berkaitan dengan topik pembicaraan. 
  4. Gambar. Sebuah gambar dapat membantu atau mewakili ribuan kalimat dari sebuah penjelasan, Bahkan dapat lebih baik, seperti pada kasus konsep matematika geometri.
  5. Peta
  6. Foto atau lukisan.
  7. Bagan. Yang disebut dengan bagan adalah suatu gambar obyek dengan petunjuk yang terperinci mengenai bagian-bagiannya. Misalnya gambar otak manusia dengan petunjuk lengkap mengenai bagian-bagian penyusun otak tersebut.
  8. Grafik. Alat bantu ini biasanya mewakili data-data hasil olahan statistik.
  9. Diagram alir. Merupakan suatu kumpulan teks yang dihubungkan dengan anak-anak panah yang menunjukkan proses terjadi  atau hubungan antar ide.
  10. Audio dan video. 
Perlu dipahami betul bahwa alat bantu juga harus sesuai dengan kondisi audien. Misalnya untuk audien tertentu sulit untuk memahami alat bantu berupa grafik karena keterbatasan pengalaman mereka. Demikian pula penggunaan teknologi yang benar-benar baru bagi audien dapat mengacaukan perhatian mereka. Ingatlah bahwa konten presentasi dan pembicaraan orator tetaplah sebagai raja dari orasi.

Bacaan lebih lanjut:

eebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Sunday, 7 February 2021

Bahasa Orasi

Pemilihan kata menjadi salah satu yang menentukan kekuatan suatu orasi, baik dalam menarik perhatian audien, membuat mereka percaya maupun dalam melekatkan isi orasi hingga jangka waktu yang lama. Pemilihan kata, yang juga disebut dengan diksi, menjadi salah satu penentu keberhasilan tersampaikannya pesan orator kepada audien. Beberapa orator ulung bahkan tetap dikenang hingga puluhan atau bahkan ratusan tahun kemudian karena kekuatan kata-kata yang dipilihnya. Sebut saja istilah jas merah (jangan sampai melupakan sejarah) yang digunakan oleh Sukarno, atau i have a dream yang digunakan oleh Martin Luther King Jr.

Sebenarnya setiap hari kita selalu melakukan pemilihan kata. Ketika berbicara dengan teman, melakukan transaksi jual beli, bercerita suatu kejadian kepada anak, dan lain sebagainya. Seseorang dengan pemilihan kata yang baik akan menghasilkan interaksi sosial yang lancar, selain ditentukan oleh sikap tentu saja. 

Pemilihan kata ketika berbicara langsung dan tertulis sungguh berbeda. Seseorang dalam dialog harus dapat beradaptasi dengan respon lawan bicaranya, sehingga pemilihan kata dapat mengalami perubahan dengan cepat. hal tersebut tidak terjadi dalam bahasa tulisan yang tidak akan mendapatkan respon pembaca secara langsung. Akibatnya skill pemilihan kata seorang orator benar-benar diuji ketika melakukan orasi. 

Disebabkan oleh karakter penyesuaian diri dengan respon dan mood audien secara langsung maka kebanyakan orasi menggunakan bahasa yang kurang formal jika dibandingkan dengan bahasa tulisan (kecuali pada acara resmi). Selain itu dalam sebuah orasi, kata-kata teknis yang membutuhkan penjelasan dan definisi cenderung sedikit digunakan agar tidak banyak menghabiskan waktu dan memperlambat loading pikiran audien.

Tujuan utama pemilihan bahasa adalah suatu orasi yang jelas. Untuk mewujudkan tujuan ini maka dalam memilih kata seorang orator harus mempertimbangkan beberapa hal:

  1. Bahasa yang mudah dipahami. Sebagian besar isi orasi harusnya berupa kata dan kalimat dalam bahasa yang mudah dipahami oleh audien. Suatu kata asing atau teknis dapat dikenalkan untuk kemudian dijelaskan maknanya apabila kata tersebut penting digunakan atau sesekali dipakai untuk membangun kredibilitas. Namun terlalu banyak kata yang sulit dipahami kemungkinan besar akan menghasilkan pemahaman yang salah.
  2. Jika bisa disampaikan dalam bahasa yang mudah maka lakukanlah demikian. Jika harus menggunakan kata teknis atau jargon yang rumit maka jelaskanlah maknanya.
  3. Hindari kata-kata yang bermakna ambigu. Dalam komunikasi oral (apalagi yang berlangsung searah) audien hanya akan mendengar setiap kalimat yang orator sampaikan satu kali (kecuali ada hal penting yang diulangi penyampaiannya). karena itulah maka sebaiknya pilihlah kata dan susunlah kalimat yang maknanya hanya satu (tidak multi tafsir). 
Jika kita ingin merangkum ketiga hal tersebut di atas menjadi satu kelimat sederhana kemungkinan adalah, buatlah menjadi sederhana. Jangan berupaya menarik perhatian audien melalui kerumitan berbahasa.

Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Pendahuluan dan Kesimpulan dalam Orasi

Orasi umumnya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, inti dan kesimpulan atau penutup. Berdasarkan nama dari bagian-bagian tersebut, inti merupakan bagian terpenting dan sebenarnya mepakan informasi yang ingin disampaikan oleh orator sesuai dengan tujuannya. Walaupun demikian, dua bagian yang lain juga tidak dapat dianggap remeh dan dilalaikan. Pendahuluan yang baik akan menarik audien untuk terus memperhatikan proses orasi. Kesimpulan yang baik akan menghasilkan suatu lem yang membuat isi orasi akan bertahan lama di ingatan audien.

Dalam rangka untuk mendapatkan perhatian audien, pendahuluan dari suatu orasi dapat menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

  1. Menyajikan suatu cerita pendek atau anekdot. Hampir semua orang menyukai cerita, sehingga cerita pendek yang menarik, waktunya pas dan memiliki kesesuaian dengan isi orasi dapat menjadi suatu pembuka yang baik. 
  2. Menyajikan suatu statemen mengenai fakta tertentu yang provokatif.  Statemen seperti ini akan segera membawa perhatian dan pikiran audien menuju inti orasi. Statemen seperti ini biasanya bersifat faktual, baru, ironis dan berlawanan dengan pendapat umum. 
  3. Menampilkan sisi menarik dari isi orasi. Berdasarkan analisis audien yang telah dilakukan sebelumnya, orator kemudian menganalisis kira-kira apa aspek paling menarik dari isi orasi yang akan disampaikannya. Hal tersebut kemudian ia sampaikan di awal orasi sebagai suatu tujuan yang akan membuat audien "membuka" telinga mereka untuk kalimat-kalimat yang akan disampaikan sang orator.
  4. Memperkenalkan diri sebagai bagian dari audien. Pendahuluan juga dapat diisi dengan suatu perkenalan diri, yang bukan sembarang perkenalan, tetapi identitas diri yang akan membuat audien merasa lebih dekat. Kedekatan tersebut relatif akan menghasilkan suatu sikap mau menerima apa yang akan disampaikan dalam orasi.
  5. Menggunakan humor. Tentu saja semua orang menyukai humor, suasana akan menjadi lebih santai dan menarik. Namun perlu dipertimbangkan bahwa penyampaian humor membutuhkan kemampuan dan bahkan bakat tersendiri. Humor yang dipaksakan hanya akan menghasilkan suasana tidak nyaman, dingin dan mengecewakan audien sejak awal.
  6. Memulai dengan pertanyaan. Pada kondisi audien yang responsif, sebuah pertanyaan akan menjadi awal yang baik untuk mengantar perhatian dan pikiran mereka menuju inti orasi. Namun bagi audien yang pasif pertanyaan hanya akan membuat orator kehilangan semangat dan mengganggu konsentrasi.
  7. Menunjukkan apa manfaat dari isi orasi bagi audien. Manusia adalah makhluk yang berorientasi masa depan, sehingga salah satu yang akan menarik perhatiannya adalah mengenai manfaat apa yang akan diperoleh dari suatu aktivitas yang dilakukannya. 
  8. Menunjukkan kredibilitas orator. Audien tentu akan mau membuka telinga dan pikirannya pada perkataan seseorang yang mereka tahu bahwa orang tersebut kredibel di bidang yang dibicarakan. Tentu anda tidak mau menerima nasehat mengenai bisnis dari seseorang yang tidak punya pengalaman bisnis bukan?
  9. Ulasan singkat tentang isi orasi. Cara ini dapat dilakukan untuk membuat audien secara langsung mengetahui manfaat dari orasi yang akan didengarkannya. Ulasan yang baik adalah yang singkat namun bersifat eksplisit, membuat audien menjadi jelas mengenai isi dan struktur orasi yang akan disampaikan. Misalnya dengan memaparkan poin-poin penting orasi sebelum nanti akan dijelaskan dengan materi pendukung yang bersifat faktual.A
Aneka metode untuk pendahuluan di atas dapat dipilih dan bahkan digabungkan sesuai dengan pertimbangan orator setelah mempelajari kondisi audien dan lingkungan orasi. Pada bagian kesimpulan seorang orator harus memberikan poin-poin yang memperjelas apa yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan yang mungkin telah disampaikan di bagian pendahuluan. Perkuat lebih pada bagian-bagian penting dan akhiri dengan statemen yang menggugah sehingga meninggalkan kesan yang kuat di ingatan audien.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Lucas, S.E. (2019). The Art of Public Speaking (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Thursday, 4 February 2021

Pengaturan Konten Orasi

Pernahkan anda menyimak suatu ceramah yang isinya seperti mengajak kita berputar-putar di suatu tempat hingga membuat pusing? Atau pemaparan seperti layaknya pendekar yang meloncat kesana-kemari sehingga membuat kita tidak jelas dengan apa yang dibicarakan? Sungguh menjemukan dan membuat kita ingin cepat keluar dari ruang acara.

Kondisi tersebut terjadi karena sang orator tidak menyiapkan orasinya dengan baik. Walaupun berbagai informasi telah ia miliki namun tidak diaturnya sedemikian rupa sehingga audien menjadi tidak paham. Konten orasi perlu pengaturan yang sistematis sehingga mudah dipahami. Orasi adalah proses penyajian informasi yang tidak bisa diulang sebagaimana kita membaca buku. Oleh karenanya kesalahan dalam mengatur bagian-bagian dari konten akan menjadi mustahil untuk dipahami audien.

Secara ringkas pengaturan konten orasi adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

  1. Menentukan poin-poin utama dari konten kita. Poin utama dapat ditentukan berdasarkan tujuan orasi. Setelah menentukan sekian informasi utama, lalu pilihlah sejumlah poin yang akan menjadi fokus orasi. Jumlah ini sangat ditentukan oleh ketersediaan waktu orasi. Selain itu poin utama yang terlalu banyak akan sulit diingat. Poin utama umumnya berjumlah 2 hingga 5 poin. 
  2. Masing-masing poin utama harus diperjelas oleh materi pendukung yang sesuai baik berupa contoh, analogi atau data statistik (untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel tentang materi pendukung orasi). 
  3. Susun poin-poin utama secara sistematis. Perlu diketahui bahwa sistematika penyajian poin-poin utama ditentukan berdasarkan sifat dari informasi yang akan disampaikan. Sistematika tersebut dapat berupa pola spasial (berdasarkan lokasi atau tempat), pola kronologis (berdasarkan urutam waktu kejadian), pola kausal (berdasarkan sebab akibat dari peristiwa yang disampaikan) ataupun pola komparatif (berdasarkan perbandingan antar obyek atau antar kejadian).
  4. Hubungkan masing-masing poin utama dengan kata atau kalimat penghubung. Kata atau kalimat ini membantu audien untuk memahami hubungan antar poin dengan lebih jelas. Misalnya menggunakan angka satu, dua dan seterusnya untuk menandai masing-masing poin utama. 

Manusia memahami berbagai fenomena dan informasi di sekitar mereka berdasarkan tata aturan tertentu di dalam pikirannya. Karakter inilah yang membuat penjelasan yang disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan pola berpikir manusia akan menjadi lebih mudah dipahami. Mengatur konten orasi pada dasarnya sama dengan mengatur pola berpikir kita sendiri.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Lucas, S.E. (2019). The Art of Public Speaking (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Wednesday, 3 February 2021

Materi Pendukung Orasi

Inti informasi yang ingin disampaikan oleh seorang orator kepada audiennya biasanya berupa poin-poin atau informasi yang padat dan diharapkan akan membawa perubahan terhadap pengetahuan bahkan sikap audien di kemudian hari. Untuk dapat memberikan pemahaman yang jelas dan melekat di ingatan audien, poin-poin informasi tersebut seharusnya dilengkapi oleh materi-materi pendukung yang juga harus disiapkan oleh orator sebelum hari H.

Beberapa fungsi dari materi pendukung orasi adalah sebagai berikut:

  1. Membuat audien lebih jelas mengenai informasi inti yang disampaikan dalam orasi.
  2. Menarik perhatian dan minat audien terhadap isi orasi.
  3. Menguatkan ingatan audien mengenai informasi yang disampaikan dalam orasi
  4. Meyakinkan audien bahwa orator telah melakukan riset dan persiapan yang matang sebelum orasi berlangsung.
Melihat beberapa fungsi dari materi pendukung tersebut di atas, sekarang anda mungkin akan mengalami perubahan pemahaman. Jika sebelumnya sedikit meremehkan materi pendukung, maka saat ini akan terbersit suatu pemikiran baru yang membuat anda lebih menghargai akan pentingnya materi pendukung.

Apa saja bentuk-bentuk dari materi pendukung yang biasanya digunakan oleh para orator? Berikut ini adalah beberapa di antaranya.

  1. Contoh-contoh. Ini adalah materi pendukung yang paling banyak digunakan. Bukankah para guru selalu memberikan contoh untuk membuat para siswa memahami penjelasannya? Sebuah contoh membuat konsep atau teori yang abstrak menjadi lebih nyata sehingga lebih mudah dipahami.
  2. Definisi. Materi pendukung ini dibutuhkan apabila orator memakai kata atau istilah yang baru sehingga ia perlu menjelaskan definisi dari istilah tersebut sebelum menyampaikan informasi inti. Definisi dapat diperoleh dari kamus atau buku tetapi seorang orator juga dapat menggunakan bahasanya sendiri untuk mendefinisikan, dengan harapan audien akan lebih mudah memahami.
  3. Testimoni atau pernyataan yang diberikan oleh orang lain (yang umumnya adalah pakar). Testimoni dari pakar akan memperkuat keyakinan audien terhadap isi orasi. Dalam memilih testimoni tersebut orator harus benar hati-hati agar yang dipilih memang benar-benar pakar di bidang yang khusus sesuai dengan isi orasi. 
  4. Statistik. Data statistik dihasilkan dari penelitian atau survey baik peneliti individual maupun lembaga. Statistik bermanfaat apabila informasi yang disajikan membutuhkan kuantifikasi. Keberadaan statistik membuat audien lebih paham seberapa besar kuantitas sesuatu yang dijelaskan orator, misalnya ketika orator menjelaskan bahwa korban covid19 telah semakin besar. 
  5. Analogi atau perbandingan informasi inti dengan hal lain yang mirip. Tujuan analogi adalah menghasilkan kejelasan pada pemahaman audien. Sebuah analogi biasanya akan menurunkan level kerumitan informasi. Dengan analogi yang sederhana audien dapat diarahkan untuk memahami informasi yang lebih rumit.
Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Tuesday, 2 February 2021

Analisis Audien dan Topik Orasi

Pesan-pesan atau informasi yang disampaikan oleh seorang orator tidak dapat dilepaskan dari situasi dan karakter audien. Seperti pada pembahasan mengenai definisi orasi, bahwa orasi disampaikan untuk kepentingan audien, maka audien harus dapat merasakan sejak awal bahwa apa yang disampaikan oleh sang orator memang bermanfaat bagi mereka. Kehadiran audien secara suka rela menunjukkan bahwa mereka merasa orasi itu penting, namun untuk orasi yang bersifat wajib (misalnya sekolah atau sosialisasi dari desa) maka oratorlah yang harus dapat mengekspresikan nilai penting orasi tersebut. 

Terdapat tiga hal positif yang akan muncul jika audien merasakan nilai penting orasi begi mereka yaitu:

  1. Audien akan lebih tertarik dan memperhatikan orasi hingga selesai.
  2. Audien akan membangun sikap dan persepsi yang positif terhadap orator.
  3. Audien akan membuka pikiran mereka terhadap pesan-pesan yang disampaikan orator selama orasi berlangsung.

Orasi yang dipersiapkan dan direncanakan sedemikian rupa tidak dapat lepas dari suatu proses yang disebut analisis audien. Berikut ini adalah beberapa aspek dari audien yang dapat dianalisis untuk menghasilkan suatu orasi yang bernilai penting bagi mereka.

  1. Analsis karakteristik situasional. Dalam karakter ini yang harus diketahui adalah jumlah audien, waktu, lokasi dan bagaimana kira-kira mobilitas audien selama orasi. Masing-masing karakter situasi tersebut akan berdampak pada kondisi audien selama orasi. Misalnya jumlah audien yang besar akan berpengaruh terhadap kualitas suara orator dan intensitas interaksi yang mungkin dapat dibangun.
  2. Analisis demografis. Beberapa hal yang perlu diketahui antara lain usia, komposisi gender, suku, orientasi agama, latar belakang ekonomi profesi dan afiliasi politik. Kesesuaian sikap orator dengan karakter demografis tersebut akan menentukan apakah audien mau menerima kehadiran orator sejak awal. 
  3. Aspek-aspek yang dapat membuat orator seolah menjadi bagian dari audien. Orator dapat menganalisis beberapa hal seperti keyakinan, nilai-nilai kultural atau pengalaman yang sama-sama ia miliki seperti halnya para audien. Ketika kesamaan tersebut diungkapkan maka akan muncul suatu perasaan dekat dan tidak asing pada diri audien. Mereka akan lebih terbuka terhadap berbagai pesan yang nantinya disampaikan. Pengalaman-pengalaman pribadi orator dapat dipilih untuk disampaikan misalnya di fase pendahuluan untuk menimbulkan kesan kesamaan ini. 
Bagaimana analisis audien dilakukan? Orator dan tim dapat menggunakan metode survey, wawancara dan juga pengamatan sebelum orasi dilaksanakan. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan yang kemungkinan akan saling melengkapi jika dapat dilakukan secara lengkap.

Bacaan lebih lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

5 Kunci Menyiapkan Orasi

Mungkin ada banyak cara orang dalam menyiapkan orasi. Pengalaman dan jam terbang membuat para orator dapat menentukan hal-hal apa yang paling penting baginya untuk dipersiapkan. Yang jelas, persiapan akan meningkatkan kualitas orasi. Artikel ini akan membahas 5 kunci yang dibutuhkan seorang orator dalam menyiapkan orasinya. 5 kunci tersebut adalah teknik klasik dalam persiapan orasi yang telah diajarkan sejak zaman Yunani kuno.

Bagi seorang calon guru menyiapkan dan merencanakan pembelajaran adalah sebuah kewajiban. Persiapan tersebut tidak hanya meliputi penyusunan RPP, melainkan juga menyiapkan diri sebelum menyampaikan pelajaran di kelas. Dan tentu saja, keterampilan melakukan orasi atau presentasi materi secara lisan menjadi salah yang penting untuk dikuasai. 

5 kunci menyiapkan orasi adalah sebagai berikut:

  1. Menemukan. Tahap ini artinya orator menghasikan ide yang akan disampaikan dalam orasi. Ide tersebut dapat berasal dari pemikiran sang orator, namun dapat juga berasal dari sumber-sumber lain. Ide-ide yang dihasilkan kemudian dipilih secara logis berdasarkan analisis orator mengenai karakter dan kebutuhan audien. 
  2. Merangkai. Pada tahap kedua ini orator menyusun atau mengorganisasi ide-ide serta berbagai bagiannya sedemikian rupa agar dapat disajikan kepada audien secara efektif. Dalam bahasa pembelajaran adalah agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Struktur orasi umumnya ada tiga yaitu pendahuluan, isi dan kesimpulan, dimana isi merupakan bagian yang berisi bagian-bagian penting dari orasi.  Organisasi orasi yang baik akan menghasilkan kejelasan dan ingatan yang kuat di dalam diri para audien.
  3. Gaya. Merupakan tahapan dimana orator menentukan gaya bahasa yang paling baik dalam mengekspresikan idenya. Pemilihan gaya terbaik akan menghasilkan kejelasan orasi, mudah diingat oleh para audien dan menghindarkan kesalahpahaman.
  4. Mengingat. Adalah tahapan dimana orator mulai melakukan praktik atau latihan mengenai orasi yang telah ia persiapkan. Tujuan praktik ini adalah agar orator berada pada jalur yang benar ketika melakukan orasi, tidak melenceng dan membahas berbagai hal yang justru dapat mengaburkan pikiran para audien. Dalam pembelajaran di kelas mungkin anda sering mengalami diajar oleh guru yang pembahasannya terlalu melebar, ngalor ngidul hingga akhirnya waktu habis sebelum inti pelajaran dijelaskan sempurna. 
  5. Menyampaikan. Adalah tahap dimana orator benar-benar berada di atas "panggung" dan menyampaikan orasi kepada audien. Beberapa aspek yang turut berperan penting dalam tahapan penyampaian adalah kualitas suara, gestur tubuh, kontak mata serta pergerakan orator selama melakukan orasi. Hal lain yang juga penting adalah seting dari panggung orasi.
Kelima tahapan kunci dari penyiapan orasi tersebut di atas masih sebatas penjelasan singkat. Pada artikel yang lain kita akan membahas pendalamannya. Berbagai literatur mengenai orasi juga akan sangat membahntu untuk dipelajari.

Bacaan lebih lanjut:

Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Monday, 1 February 2021

Etika dalam Orasi

Orasi adalah suatu aktivitas sosial, yaitu suatu bentuk komunikasi. Kita tentu tahu bahwa interaksi dan komunikasi antar anggota masyarakat diatur oleh suatu tata perilaku yang menentukan apakah seuatu itu baik atau buruk dilakukan yang disebut dengan norma. Normal dibentuk oleh masyarakat berlandasakan nilai-nilai etis yang mereka yakini. Dengan demikian, di dalam orasi pun terdapat etika yang harus diperhatikan oleh seorang orator. 

Nilai-nilai etis yang berlaku di masyarakat sangat berguna ketika kita menghadapi pilihan-pilihan rumit yang berkaitan dengan kepentingan, baik buruk atau rasa suka atau tidak dari orang banyak. Terdapat dua aspek yang dipandang menjadi dasar etis dari orasi yang berlaku internasional, yaitu aspek kejujuran dan toleransi.

Pada aspek pertama, orator harus menyampaikan kebenaran kepada audien. Menjadi tidak etis atau tidak benar jika orator menyampaikan kebohongan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan. Jika terdapat hal-hal yang tidak layak untuk disampaikan maka cukup dengan tidak disampaikan, bukan dengan menyampaikan kebohongan. Aspek ini membuat seringkali para orator dengan sengaja memaparkan fakta-fakta atau data hasil penelitian untuk meyakinkan para audien akan kebenaran informasi yang ia sampaikan. Dalam menyampaikan data atau pendapat orang lain pun seorang orator harus jujur, yaitu dengan menyebut siapa yang dikutipnya.

Aspek atis kedua adalah toleransi yaitu sikap memandang semua manusia adalah sama derajatnya. Orator dilarang menghina orang lain atau kelompok tertentu karena perbedaan atau kekurangan yang mereka miliki. Dalam mengungkapkan pandangan atau keyakinan yang berbeda pun dilakukan dengan bahasa yang sopan, tidak kasar dan menyakiti perasaan. Seorang guru yang berceramah di depan kelas harus mempertimbangkan kata-kata yang dipilihnya agar tidak menyinggung atau merendahkan satu atau kelompok siswa tertentu.

Pelanggaran pada aspek etis kedua banyak kita temuka pada orasi persuasif, misalnya pada kampanye politik. Dengan tujuan menjelekkan lawan politik sang orator mengungkapkan kata atau fakta-fakta tertentu yang merendahkan pihak lawan. Orasi semacam ini berpotensi untuk memancing emosi dan konflik antar kelompok di masyarakat.

Selain dua aspek utama di atas, secara kultural akan kita temui aspek-aspek lain yang berkaitan dengan etika masyarakat lokal. Etika dalam berbicara dan berpenampilan di depan publik, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Sebagai contoh di banyak daerah di Indonesia dipandang tidak sopan apabila seorang apabila seorang perempuan berbicara di depan publik dengan baju relatif terbuka. Demikian pula dengan penggunaan kata-kata tertentu yang dianggap tabu oleh satu masyarakat tapi tidak oleh masyarakat lain. Dapatkah kalian menyebutkan contohnya?

Bacaan lebih lanjut:

Beebe, S.A., Beebe, S.J. (2018). Public Speaking, An Audience-centered Approach (10th ed.). Hoboken: Pearson.


Jenis-jenis Orasi

Orasi membutuhkan persiapan. Terdapat beberapa jenis orasi yang ternyata memiliki karakter dan tujuan yang berbeda sehingga teknik penyampaian dan persiapannya juga berbeda. Untuk itulah dibutuhkan persiapan. Tanpa adanya persiapan maka orasi akan berlangsung seadanya, kurang sesuai dengan tujuan dan akhirnya tidak akan memberikan manfaat bagi audien (bahkan bisa membuat mereka stres).

Dalam artikel singkat ini orasi dibedakan menjadi empat jenis sebagai berikut:

  1. Orasi informatif. Tujuan utama dari orasi jenis ini adalah memberikan pengetahuan atau pemahaman bagi audien. Seorang guru yang sedangkan menjelaskan teori dalam bidang IPA atau seorang ketua RT yang sedang menjelaskan prosedur pembayaran pajak adalah contoh dari orasi informatif. Persiapan yang sangat penting adalah mengenai pemilihan informasi utama yang berdampak bagi pemahaman audien serta bagaimana potongan-potongan informasi disampaikan agar pemahaman yang diperoleh audien cepat terbentuk dan tidak menghasilkan kebingungan. Urutan penyajian informasi dapat dilakukan secara spasial, kronologis, kausal, komparatif, ataupun katagoris, bergantung pada jenis informasi yang disampaikan.
  2. Orasi persuasif. Tujuan dari jenis orasi ini adalah mempengaruhi audien baik keyakinan, perilaku maupun mendorong adanya aksi. Contoh dari orasi persuasif adalah ceramah seorang ulama, pemaparan seorang sales produk dan juga orasi seorang mahasiswa yang sedang melakukan demonstrasi mengkritik kebijakan pemerintah. Untuk dapat mempengaruhi audien, sorang orator harus memahami kebutuhan utama dari para audiennya. Kebutuhan orang tua di perumaham tentu berbeda dengan para mahasiswa di kampus. Mengenai jenis-jenis kebutuhan manusia orator dapat mendalami teori kebutuhan Abraham Maslow sebelum menganalisis hal-hal teknis terkait kebutuhan audiennya. Tak kalah penting adalah bagaimana orator dapat menunjukkan atau mendemonstrasikan manfaat yang akan diperoleh audien jika mengikuti arahan-arahan yang disampaikannya.
  3. Orasi acara khusus. Contoh dari orasi jenis ini adalah pembukaan seminar yang dilakukan oleh pimpinan universitas dan sambutan pada acara pernikahan. Setiap acara memiliki etika dan tatacara tertentu yang harus dipahami oleh sang orator. Pada umumnya orasi pada acara khusus bersifat formal. Aspek penting selain pesan yang hendak disampaikan adalah upaya untuk menampakkan emosi atau perasaan yang sesuai dengan situasi acara dan audien (suasana acara pernikahan, pesta ulang tahun, seminar, perpisahan dan kematian tentu saja berbeda), baik melalui bahasa lisan maupun sikap dan bahasa simbolik. 
  4. Orasi melalui media. Ketiga jenis orasi di atas adalah bersifat langsung, artinya orator menghadapi audien secara langsung bertatap muka. Pada jenis keempat orasi berlangsung melalui media tertentu sehingga orator tidak bertatap muka secara langsung dengan audien. Dahulu kita mengenal televisi dan radio, saat ini kita mengenai kanal YouTube atau media informasi lain yang memungkinkan orasi direkam dan dinikmati oleh masyarakat pada waktu-waktu tertentu. Saat ini, di tengah situasi pandemi, orasi jenis keempat ini bahkan adalah yang paling banyak dilakukan termasuk oleh para guru dan dosen. Karena bersifat rekaman dan tidak langsung, orator dapat mengatur atau bahkan memperbaiki penyampaian informasi sehingga kualitas orasi dapat benar-benar ditingkatkan. 
Demikianlah tujuan dan karakter dari empat jenis orasi seperti yang telah disebutkan di atas. Pada artikel-artikel yang lain kita akan membahas masing-masing jenis orasi tersebut dengan lebih terperinci. 

Bacaan lebih lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.