Monday, 4 September 2017

Model Pembelajaran Pemaknaan (Integrasi Nilai Moral dalam Pembelajaran IPA)

IPA adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji tentang alam. Kita telah ketahui, bahwa sebagai ilmu, IPA bersifat logis, sistematis dan empiris (harus dapat dibuktikan). Selama ini banyak yang mengasumsikan bahwa alam hanyalah obyek yang dapat dimanfaatkan sepenuh-penuhnya untuk kepentingan manusia. Kita kurang menyadari bahwa alam juga memiliki dimensi moral. Bahwa alam bisa memberi manusia contoh nilai-nilai kebaikan yang dapat diterapkan dalam hidup.

Alam sebagai ayat-ayat Allah yang dapat mengajarkan manusia akhlakul karimah seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para guru IPA ketika mengajar di kelas. Tidak hanya pengetahuan kausalistik yang dapat mereka ajarkan, melainkan juga nilai-nilai kehidupan. Misalnya, dalam pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan dapat menjadi contoh bahwa kehidupan manusia juga harus memperhatikan kondisi bakat minat dan lingkungan yang mendukung untuk bisa sukses. Momen inersia dalam fisika dapat memberi contoh bagi siswa bahwa untuk memulai suatu pekerjaan pasti sulit, namun ketika telah berjalan maka kesulitan tersebut biasanya sudah tidak dirasakan. Karena itu jangan hilang semangat ketika menemukan suatu pekerjaan yang awalnya dirasa sulit.


Lantas, bagaimana cara mengajarkan nilai-nilai moral tersebut dalam IPA agar sistematis? Untuk membantu para guru (pengajar IPA) maka Prof. Muslimin Ibrahim, pada tahun 2008, dari Universitas Negeri Surabaya merancang suatu model pembelajaran yang diberi nama Model Pembelajaran Pemaknaan. Sintaks model ini terdiri atas 7 tahapan sebagai berikut:
  1. Mengorientasikan siswa pada masalah. Siswa dibawa pada masalah yang nantinya akan mereka pecahkan. Membawa dalam hal ini bukan hanya menyampaikan, melainkan guru harus dapat memunculkan rasa tertarik dan motivasi pada diri siswa. Dengan demikian selama proses pembelajaran siswa benar-benar merasakan suatu tantangan untuk memecahkan masalah.
  2. Merancang proses pemecahan masalah. Siswa dengan arahan guru melakukan diskusi atau tanya jawab dalam rangka untuk menemukan cara terbaik memecahkan permasalahan yang disajikan pada tahap sebelumnya. 
  3. Membimbing penyelidikan. Pada tahapan ini siswa mulai melaksanakan pemecahan masalah yang telah disepakati pada saat tahap dua, baik secara personal atau pun kelompok. Guru memberikan bimbingan yang tepat ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan tertentu. 
  4. Mengkomunikasikan hasil. Hasil dari proses pemecahan masalah dikomunikasikan melalui diskusi kelas, presentasi kelas, pameran atau yang lainnya. Masing-masing siwa dapat memperoleh informasi mengenai apa yang dikerjakan oleh yang lain, serta berperan serta untuk memberikan saran-saran perbaikan. 
  5. Negosiasi dan konfirmasi. Guru memberikan balikan terhadap hasil pekerjaan siswa dalam rangka memperbaiki, penguatan atau menyempurnakan. Selain itu juga guru mengecek pemahaman siswa terkait dengan proses yang mereka lalui. 
  6. Pemaknaan. Guru menjadikan gejala alam yang ditemukan oleh siswa sebagai model untuk dimaknai dan ditanamkan pada siswa. Untuk melakukan sescara baik guru sudah mempersiapkan jauh sebelumnya. 
  7. Evaluasi dan refleksi. Siswa diminta untuk menyampaikan kekuatan dan kelemahan dari proses pemecahan masalah yang telah mereka lalui. Selain itu juga guru memberikan tes atau penugasan lebih lanjut.
Adapun secara empiris bagaimana pengaruh model pembelajaran pemaknaan terhadap berbagai aspek pembelajaran salah satunya dapat dilihat pada hasil penelitian di link berikut 
http://metastead.com/2D5X

Referensi:
Ibrahim, M. (2008). Model pembelajaran inovatif melalui pemaknaan (belajar perilaku positif dari alam). Surabaya: Unesa University Press

No comments:

Post a Comment