Kita umumnya membayangkan bahwa
seniman adalah seorang dengan kemampuan yang luar biasa di bidang lukisan,
bahasa atau musik. Jika anda ditanya apakah anda memiliki bakat di bidang seni,
tentu jawabannya tidak. Hal inilah yang diperoleh Tony Buzan (penulis dan ahli kognisi yang sangat populer dengan teknik mind mapping) dalam
penelitiannya mengenai pendapat masyarakat luas tentang seniman.
Dalam survey yang dilakukan oleh Tony
Buzan di berbagai negara, dia mendapatkan temuan yang ternyata hampir sama,
tidak peduli kebangsaan, ras atau usianya. Mereka menganggap bahwa seniman
adalah suatu talenta bawaan yang luar biasa yang tidak dapat mereka pelajari.
Dan hampir semua menjawab bahwa mereka tidak memiliki bakat untuk menjadi
seorang seniman. Ha inilah yang menurut Tony Buzan keliru.
Semua Anak Terlahir Kreatif
Semua manusia terlahir dengan
kemampuan berbeda dan memiliki kesesuaian dengan bidang kerja yang juga
berbeda-beda. Di dalam setiap bidang mereka itulah sebenarnya mereka memiliki
bakat untuk menjadi seorang seniman. Karena semua pekerjaan pada dasarnya
adalah seni. Jangan dibayangkan bahwa seni hanya adalah tentang lukisan, sastra
atau musik. Memasak, bercocok tanam, mengajar, berjualan dan bahkan perang
adalah seni.
Seorang seniman dituntut kreatif,
demikian pula dengan setiap bidang pekerjaan. Kita akan mendapatkan hasil yang
maksimal melalui kreativitas. Tony Buzan tidak memandang kreativitas sebagai kemampuan menghasilkan sesuatu
yang benar-benar baru. Kita ambil contoh pada seorang bayi yang baru pertama kali belajar
berbicara. Jika ia memanggil ibunya dengan kata “ibu” atau “mama,” maka apakah
ibunya akan menganggap si bayi tidak kreatif karena menggunakan kata panggil
yang sama seperti bayi-bayi lain? Tentu tidak. Buzan mengatakan bahwa meniru
tetap merupakan kemampuan pokok semua manusia. Hampir semua hal kita lakukan
dengan cara meniru. Kreativitas menurut buzan adalah menambahkan sesuatu yang
baru atau berbeda sesuai dengan keunikan kita di atas sesuatu yang sama atau
biasa tersebut.
Dalam pendidikan, seringkali guru
tidak memahami kondisi ini. Ia justru menjadi marah ketika mendapatkan siswanya
melakukan sesuatu yang berbeda dengan yang diajarkan. Lama-kelamaan siswa menjadi
tidak berani berkreasi dan hanya menjadi penurut. Yang lebih parah, mereka
melampiaskan hasrat kreatif tersebut untuk hal lain yang
merusak. Itulah yang dinamakan dengan sekolah yang membunuh kreativitas.
Yang terbaik, guru mempelajari
cara-cara agar kreativitas yang sebenarnya telah dimiliki anak sejak lahir
dapat tersalurkan dan terbimbing. Minimal, mereka tidak merasa takut untuk
berkreasi.
Referensi:
Buzan, Tony. (2001). The Power of Creative Intelligence. Thorsons Publishing.
No comments:
Post a Comment