Abraham Maslow sering dianggap
sebagai bapak psikologi humanis, dan teorinya menjadi salah satu landasan bagi
gerakan pendidikan humanis. Yang sangat populer adalah teori kebutuhan maslow.
Pada teori ini maslow melakukan penelitian besar dan mengkonstruksi hirarki atau
tingkatan kebutuhan manusia secara umum. Teori kebutuhan maslow menjadi salah
satu teori yang banyak digunakan untuk menganalisis bagaimana permasalahan
pendidikan dan bagaimana seharusnya pendidikan diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia secara utuh.
Maslow membagi tingkatan
kebutuhan manusia menjadi dua kelompok utama yaitu kebutuhan perkembangan (growth needs) dan kebutuhan defisiensi (deficiency needs). Apabila Kebutuhan-kebutuhan
yang tergolong dalam kebutuhan defisiensi tidak terpenuhi maka akan memberi
manusia energi untuk memenuhinya. Dimulai dari kebutuhan paling dasar
(kebutuhan fisik) hingga kebutuhan lain di tingkatan atasnya. Jika kebutuhan
bawah belum terpenuhi maka menurut maslow manusia tidak akan beranjak untuk
memenuhi kebutuhan di atasnya.
Kelompok kebutuhan berikutnya
adalah kebutuhan perkembangan (growth
needs). Kebutuhan untuk mengaktualisasi potensi diri secara utuh (karena
itu disebut juga kebutuhan aktualisasi diri). Berbeda dengan kebutuhan
defisiensi yang memiliki batas pemenuhan (jika batas tersebut telah dipenuhi
maka energi untuk memenuhinya berkurang dan kita akan beralih ke level di
atasnya), kebutuhan perkembangan tidak memiliki batas sepanjang hidup manusia.
Salah satu kritikan atas teori
maslow adalah mengenai perpindahan dari kebutuhan defisiensi ke kebutuhan
perkembangan. Menurut maslow manusia baru akan berupaya untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan jika kebutuhan defiensinya telah terpenuhi. Namun banyak
fakta yang menunjukkan adanya manusia-manusia yang telah mencapai aktivitas
pemenuhan kebutuhan perkembangan walaupun kebutuhan defiensinya belum
terpenuhi. Misalnya, banyak orang-orang miskin yang mencintai ilmu pengetahuan
atau mencari jati diri melalui jalan spiritual.
Penerapan teori kebutuhan maslow
dalam bidang pendidikan misalnya adalah dengan memperhatikan bagaimana
pemenuhan kebutuhan para siswa secara utuh. Guru atau sekolah tidak hanya
memperhatikan pelajar sebagai satu-satunya faktor yang mempengaruhi
keberhasilan siswa. Bagaimana kondsi fisik kelas, fisik siswa, pertemanan di
antara mereka, penghargaan yang tulus dari guru, merupakan faktor-faktor yang
juga mendukung hasil belajar siswa.
Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Habibi dan Setiawan (2017) terdapat temuan bahwa makna sekolah bagi
anak-anak ternyata lebih dominan sebagai tempat untuk mencari teman dan
menyenangkan orang tua mereka, dari pada sebagai tempat belajar. Dari kenyataan
ini seharusnya guru dan sekolah juga memperhatikan bagaimana
kebutuhan-kebutuhan non akademis juga dapat didukung. Misalnya adalah dengan
memberikan suatu kondisi pertemanan yang menyenangkan baik untuk bergaul maupun
belajar. Juga saling mengintimidasi antar siswa harus dapat dicegah.
Referensi:
Eggen, Paul. Kauchak, Don. (2010). Educational
Psychology: Windows on Classroom. Edisi 8. Upper Saddle River: Pearson
Education, Inc.
Habibi. Setiawan, Caly. (Mei, 2017). The Meaning of School from Dropout’s View Point (A Phenomenological
Study). Makalah disajikan dalam International Conference on Educational Research
and Innovation (ICERI), di Universitas negeri Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment