Permasalahan anak putus sekolah
masih menjadi salah satu permasalahan yang cukup rumit bagi Indonesia. Apalagi
berdasarkan data UNICEF jumlah anak putus sekolah di Indonesia masih merupakan
yang terbesar di Asia Tenggara. Anak-anak putus sekolah biasanya akan
bermigrasi ke kota-kota besar untuk bekerja di sana. Setelah bekerja, tentu
saja pekerjaan kasar, maka mereka akan semakin sulit untuk diajak kembali bersekolah.
Mengatasi permasalahan anak putus
sekolah tidak cukup hanya dengan menggunakan pendekatan top down, misalnya mengadakan program-program pendidikan khusus
seperti kejar paket biasa. Sebaiknya dilakukan suatu kajian mendalam mengenai
bagaimana pandangan anak-anak putus sekolah terhadap sekolah itu sendiri serta
permasalahan apa yang mereka hadapi untuk kembali bersekolah.
Penelitian fenomenologi mengenai
makna sekolah dalam pandangan anak putus sekolah dan hambatan apa yang membuat
mereka tidak mau kembali bersekolah, dilakukan oleh Habibi dan Setiawan (2017)
di kota Yogyakarta. Dengan partisipan sebanyak lima orang anak putus sekolah
yang bekerja di kota Yogya ditelusuri secara mendalam apa sebenarnya makna
sekolah bagi anak-anak tersebut.
Temuan dari penelitian ini
memunculkan empat tema mengenai makna sekolah bagi anak-anak putus sekolah yaitu:
(1) tempat mendapatkan banyak teman, (2) menyenangkan orang tua, (3) memperoleh
ijazah dan (4) tempat untuk belajar. Dari keempat tema ini kita para pendidik
mungkin terkejut karena berbeda dengan pandangan umum selama ini yang mungkin
menganggap sekolah hanya sebagai tempat belajar mengajar atau paling jauh untuk
memperoleh ijazah. Ternyata bagi anak-anak terdapat makna yang jauh lebih
dominan, yaitu tempat mereka mendapatkan banyak teman serta untuk menyenangkan orang
tua.
Berdasarkan temuan tersebut
alangkah baiknya penanganan anak-anak putus sekolah tidak hanya berorientasi
pada pandangan kita sebagai pendidik atau pandangan diri para penentu
kebijakan. Perspektif anak-anak putus sekolah itu sendiri sebaiknya mendapatkan
perhatian untuk menghasilkan program atau kebijakan yang lebih efektif.
Penelitian-penelitian lebih lanjut, baik kuantitatif, kualitatif ataupun
pengembangan juga akan lebih memperkaya informasi yang dibutuhkan untuk
keberhasilan program pengentasan serta pencegahan anak putus sekolah.
Referensi:
Habibi. Setiawan, Caly. (Mei, 2017). The Meaning of School from Dropout’s View Point (A Phenomenological
Study). Makalah disajikan dalam International Conference on Educational
Research and Innovation (ICERI), di Universitas Negeri Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment