Sunday, 27 March 2016

Teori Pembelajaran Bermakna David Ausubel

Para siswa atau mahasiswa seringkali belajar dengan menggunakan metode hafalan. Teori atau konsep yang mereka pelajari disimpan dalam memori jangka panjang secara langsung, biasanya dengan mengulang-ulang kalimat, tanpa memahaminya terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan banyak informasi di dalam memori jangka panjang yang akhirnya tidak berguna. Orang-orang yang belajar dengan cara demikian biasanya tidak akan nampak mengalami perubahan walaupun telah lama belajar.

Teori belajar yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan belajar dengan hafalan adalah teori belajar bermakna. Teori ini disusun oleh David Ausubel, yang merupakan salah seorang ahli psikologi kognitif.

Pembelajaran bermakna menurut Ausubel akan berlangsung jika siswa dihadapkan pada materi yang jelas, terorganisasi dengan baik dan secara sadar menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman atau informasi yang telah mereka miliki sebelumnya. Sebagai contohnya ketika anda belajar tentang teori belajar, anda mencoba menghubungkannya dengan berbagai pengalaman belajar atau mengajar yang anda miliki.

Ketika para siswa belajar IPA, misalnya tentang ekosistem, guru mengajarkankannya dengan menggunakan contoh-contoh yang setiap hari ditemui siswa. Jika anak-anak tersebut hidup di daerah pesisir maka guru dapat menggunakan ekosistem mangrove atau ekosistem pantai sebagai contoh untuk menjelaskan teori ekosistem. Selain itu materi disajikan secara jelas (menggunakan bahasa yang dimengerti siswa) dan terorganisasi dengan baik (misalnya guru membuat file ppt yang tersusun secara logis dan rapi).

Mahasiswa Sumenep Mempelajari Kehidupan Pesisir Sumenep Secara Nyata

Ausubel, untuk menggambarkan tentang pentingnya prinsip belajar bermakna menuliskan dalam bukunya Educational Psychology: A Cognitive View: 

If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: the most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him [or her] accordingly” (Ausubel, Novak, & Hanesian, 1978)

Secara singkat tulisan tersebut dapat diartikan  "Jika saya hendak merangkap seluruh psikologi pendidikan ke dalam satu prinsip saja maka saya akan menyatakan: satu faktor yang paling mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh para pelajar. Cari tahulah dan ajari mereka melaluinya."


Buku Rujukan:
Snowman, Jack. McCown, Rick. Biehler, Robert. 2012. Psychology Applied to Teaching. Edisi Tiga Belas. Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

Saturday, 12 March 2016

Makanan dan Kultur Masyarakat

Makanan, sepintas lalu, dianggap sebagai obyek pemenuhan kebutuhan energi untuk hidup setiap manusia. Namun tidak demikian bagi para ahli sosiologi. Makanan memiliki peran yang besar dalam membentuk kebiasaan dan bahkan pola pikir masyarakat. Oleh karena itu makanan dapat menjadi salah satu kajian utama ketika kita membahas kultur suatu masyarakat.

Jenis dan Pola Makan Masyarakat menjadi Salah Satu Bentuk Budayanya

Makanan Utama dan Pendukung

Setiap masyarakat umumnya memiliki makanan utama yang berupa makanan kaya akan karbohidrat sebagai sumber energi. Misalnya untuk kawasan Jawa dan Madura makanan utamanya adalah nasi, berbeda dengan kawasan eropa yang berupa gandum (biasanya diolah menjadi roti). Ciri makanan utama adalah sebagai sumber pokok energi setiap hari masyarakat. Bahkan di daerah kita sering terdapat ungkapan, "meskipun sudah makan banyak tapi kalau belum makan nasi, itu namanya belum makan."

Kebiasaan makan masyarakat mempengaruhi kinerja tubuhnya. Oleh karena itulah makanan-makanan yang telah terbiasa dikonsumsi setiap hari menjadi cepat diserap dan menjadi bagian dari metabolisme tubuh. Sedangkan makanan-makanan yang tidak terbiasa kemungkinan lebih sulit dicerna sehingga kita merasa "belum kenyang."

Makanan-makanan yang banyak dikonsumsi namun tidak harus ada setiap hari disebut dengan makanan sekunder. Misalnya daging, sayur, tahu-tempe, ikan, susu dan buah. Dalam budaya kita di Indonesia, makan nasi biasanya disertai dengan beberapa makanan sekunder tersebut di atas, namun tidak selalu sama setiap harinya. 

Makanan lain yang bersifat insidental dan tergantung pada selera individual disebut dengan makanan perifer (sampingan). Contoh makanan perifer ini adalah jenis kue atau manisan tertentu yang dimakan hanya ketika ingin atau acara tertentu.

Ketersediaan makanan pokok di suatu negara turut menentukan situasi dan keamanan negara tersebut. Masyarakat yang telah terbiasa makan nasi misalnya, tentu akan menjadi risau ketika ketersediaan beras langka dan menjadi mahal. Hal tersebut akan berakibat pada kestabilan ekonomi dan keamanan sosial. Meskipun ketersediaan makanan lain yang sejenis seperti jagung atau ketela melimpah namun biasanya masyarakat sangat sulit mengubah pola makannya seketika.

Cita Rasa Makanan

Ciri khas suatu daerah berkaitan dengan makanan, selain pada jenis makanan pokok dan pendukungnya, juga adalah pada cita rasa. Seperti di Indonesia, berbagai daerah dengan jenis makanan yang sama namun memiliki resep dan menu masakan yang berbeda. Kecenderungan makanan dengan rasa manis, asin, pedas atau hambar umumnya telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. 

Pernahkah anda berkunjung ke suatu daerah dan mencicipi makanan pokok di tempat itu? Meskipun dengan bahan dasar yang sama, namun bisa jadi terasa aneh di lidah, padahal bagi masyarakat setempat makanan tersebut adalah yang terlezat. Itulah contoh bagaimana kebiasaan membentuk cita rasa masyarakat akan makanan. Indonesia merupakan negara dengan aneka masakan yang sangat bervariasi. Oleh karena itu wisata kuliner menjadi salah satu bidang yang berkembang di negara ini.

Pola Makan

Bagaimana masyarakat makan setiap harinya, biasanya membentuk pola-pola tertentu. Misalnya di kawasan elit perkotaan sarapan umumnya berupa makanan cepat saji seperti roti dan susu, berbeda dengan kawasan lain (apalagi kawasan pertanian) yang sudah mengkonsumsi "makanan berat." Demikian pula dengan penyediaan buah, yang di suatu daerah wajib ada setiap makanan namun di kawasan lain tidak perlu.

Pola makan juga mengiringi aktvitivas-aktivitas tertentu, seperti ketika kedatangan tamu. Di kota biasanya tamu hanya dihidangkan makanan kecil dan minuman seperti teh. Namun di desa kawasan pertanian atau nelayan, tamu biasanya dihidangkan "makanan berat" yang lengkap. Tamu dianggap tidak menghargai tuan rumah jika menolak untuk makan.

Ritua-ritual sakral masyarakat juga ditandai dengan adanya makanan-makanan tertentu. Makanan tidak hanya menjadi pelengkap atau pemenuhan gizi tetapi memiliki simbol-simbol yang bermakna dalam. Indonesia kaya akan ritual dengan jenis-jenis makanan tertentu sebagai simbol pelaksanaan ritual tersebut.


Buku Rujukan:
Kittler, P.G. Sucher K.P. 2008. Food and Culture. Edisi Lima. Belmont: Thomson Higher Education