Thursday, 23 May 2019

Manajemen Kelas, Dulu dan Sekarang

Para siswa, terutama yang telah menginjak usia remaja, mengalami perkembangan emosional di dalam dirinya. Hal itu membuat seringkali perilaku mereka seperti ledakan-ledakan yang sulit dikendalikan. Selain karena aspek perkembangan, pengalaman hidup yang telah menunjukkan banyaknya kenyataan yang tidak sesuai harapan membuat siswa terutama di kelas menengah seringkali menabrak aturan kelas ataupun sekolah.

Dalam kondisi demikian, maka tugas guru menjadi cukup berat. Sekian banyak siswa di dalam kelas harus dapat dikondisikan untuk belajar. Manajemen kelas menjadi salah satu kemampuan utama guru.


Pada zaman dulu, para guru belum familiar dengan istilah manajemen kelas. Mereka lebih familiar dengan istilah disiplin kelas. Fungsi dari disiplin kelas adalah mengendalikan dan menurunkan perilaku-perilaku yang menghambat belajar melalui hukuman. Kondisi seperti ini berlangsung di sekolah-sekolah pada tahun 1800-an.

Setelah berlangsung cukup lama, kenyataannya disiplin kelas menggunakan hukuman tidak dapat menghilangkan perilaku menghambat belajar. Karena itu pada tahun 1900-an para guru, seiring dengan pergeseran sosial dan filsafat pendidikan, mulai lebih mengarah pada manajemen kelas yang menekankan pada pemotivasian dan kebebasan belajar. Kebebasan belajar yang sangat besar diberikan, namun hingga tiga puluh tahun berlalu kelas-kelas tidak berubah menjadi lebih baik. Bahkan banyak yang lebih "menakutkan."

Di tahun 2000-an konsep manajemen kelas kembali bergeser pada pengendalian belajar. Pengendalian di sini lebih diarahkan pada pengendalian even-even belajar, bukan pada pengendalian siswa. Fokus pada pencegahan bukan pada hukuman. Untuk itu perencanaan dalam manajemen kelas perlu dilakukan meliputi:
  1. Pencegahan perilaku-perilaku menghambat belajar.
  2. Membantu siswa mengembangkan pengendalian diri.
  3. Mengajukan prosedur-prosedur dalam menghadapi perilaku menghambat belajar (yang ternyata tetap terjadi walaupun dihambat).
Para penliti psikologi juga mengembangkan prosedur yang dapat digunakan guru untuk membentuk perilaku positif, salah satunya menggunakan teknik penguatan B.F. Skinner (untuk lebih jelasnya silahkan baca atau unduh disini).

Setiap budaya juga memiliki keunikan yang membuat guru harus menyesuaikan teori manajemen yang mereka miliki dengan lingkungan dan budaya sekitar. Dalam mengajar guru harus terus mempelajari kondisi para siswanya.

Daftar Rujukan:


Carjuzaa, j. Kellough, R.D. (2013). Teaching in the Middle and Secondary Schools. Tenth Edition. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc.

https://pixabay.com

No comments:

Post a Comment